Budi Mulyono : Dimanapun Hidup, Intinya Harus Bermanfaat Bagi Lingkungan Sekitar

Syahdu dan tenang, begitulah kesan yang terlintas di benak ketika pertama kali tim mengunjungi beliau. Budi Mulyono, salah satu alumni dari jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) angkatan 1981. Lahir di Padang dan sempat mengenyam pendidikan Taman Kanak – kanak (TK) di Padang, bukan berarti pria yang satu ini menghabiskan masa kecilnya di Padang. Tuntutan profesi ayahnya yang seorang Polisi mengharuskan hidupnya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Masa Sekolah Dasar (SD) hingga kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) ia habiskan di Lembang, Bandung. Namun, masa kelas 3 SMP hingga akhir Sekolah Menengah Atas (SMA) ia habiskan di Pati.

Anak ketiga dari delapan bersaudara ini, memilih UII karena dorongan dari saudara dan memilih Yogyakarta karena ayahnya pensiun di Yogyakarta. Sebagai anak dari seorang Polisi yang diamanahi jabatan menjadi Kepala Sekolah Polisi, tentu saja membuat dirinya dididik oleh orangtuanya agar memiliki sifat adil dan disiplin. Ia juga menuturkan bagaimana ketika masa kecil, jika ibunya membawa apel, maka apel tersebut harus dipotong dan dibagi delapan agar cukup dinikmati olehnya dan saudara – saudaranya.

Masuk UII tahun 1981, budi pun resmi lulus di bulan maret tahun 1986. Budi sempat memutuskan untuk kerja di Jakarta pada tahun ketiga kuliahnya dengan bekal sarjana muda. Namun nasib berkata lain, dirinya dihubungi pihak universitas untuk kembali ke Yogyakarta karena mendapat beasiswa dari universitas untuk melanjutkan kuliah. Budi pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta dan meneruskan kuliahnya.

Selepas dari UII tahun 1986, ia mencoba keberuntungan dengan mendaftar di WIKA, nasib baik ternyata berpihak padanya. Tahun 1986 ia bergabung dengan WIKA dan ditempatkan di daerah Manado. Enam bulan menghabiskan masa kerjanya di Manado, ia pun diangkat menjadi Kepala Seksi dan ditempatkan di daerah Bengkulu. Di tahun ke lima masa kerja, ia belum pernah sekalipun menjadi kepala bagian, namun ternyata ia langsung diangkat menjadi salah satu manajer. Hal tersebut diperolehnya karena ia selalu bekerja di atas standar. Baginya, dalam bekerja ia tidak ingin hanya menjadi biasa saja, jika diminta menyediakan data, dia bisa menyajikan hingga analisis data tersebut.

“dimanapun saya berada, saya harus bermanfaat”

Tahun 1997, disaat ekonomi Indonesia sedang mengalami krisis, Budi pun dihubungi oleh seorang rekannya keturunan china. Rekannya tersebut merasa tidak tenang di Indonesia dan ingin pindah ke Australia. Budi pun diamanahi untuk memegang bisnis milik rekannya tersebut. Temannya menuturkan alasannya menyerahkan perusahaan tersebut adalah karena sifat Budi yang jujur dan bisa dipercaya. Akhirnya tahun 1998 Budi memutuskan keluar dari WIKA dan memulai pertualangannya di dunia bisnis.

Namun, karena sifatnya yang tidak ingin rakus, Budi pun mengusulkan untuk membentuk perusahaan baru bersama-sama dengan rekannya tersebut, namun dengan bagian pasar yang berbeda dan tanpa meninggalkan perusahaan rekannya. Mereka pun mendirikan PT Karenindo Citra Utama. Jadi dalam kurun waktu tersebut, Budi memegang dua perusahaan, yang satu perusahaan yang sudah berkembang dan satu lagi perusahaan yang masih baru. Sampai suatu ketika perusahaan tersebut sudah mencapai level yang sama berkembangnya, rekannya tersebut melepas perusahaan tersebut karena ingin fokus pada bisnisnya sendiri dan  akhirnya dibeli oleh kakaknya. Jadi mulai tahun 2002 ia resmi mengelola perusahaan Karenindo berdua dengan kakaknya, kakaknya sebagai komisaris dan ia sebagai direktur.

Budi merasa hidupnya bisa seperti ini semua karena pertolongan Allah. Ia merasa Allah selalu meberikan jalan bagi dirinya. Ilmu merupakan satu hal yang sangat disyukuri olehnya dan baginya ia mendapatkan itu semua karena Allah SWT. Budi yang saat ini telah dikaruniai empat orang anak, memiliki aktivitas lain selain menjabat sebagai direktur di PT. Karenindo Citra Utama. Ia saat ini membangun dan mengelola sebuah pesantren di daerah Jakarta. Santri-santri di pondok pesantrennya ini fokus untuk menjadi penghapal Al-Qur’an. Saat ini ia pun banyak mencurahkan hidupnya untuk mengembangkan pondok pesantrennya. Harapan dirinya adalah ia ingin terus mengabdikan diri di jalan Allah SWT.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply