,

Tantangan Sekolah Bisnis dan Dunia Usaha dalam Menghadapi Era Disrupsi

Seminar Ekonomi dengan tema “Tantangan Sekolah Bisnis dan Dunia Usaha dalam Menghadapi Era Disrupsi” Sabtu 10 Febuari 2018, bertempat di ruang P1/2 Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Seminar kali ini diisi oleh 5 narasumber yang expert dibidang ekonomi dan bisnis antara lain Arif Hartono M.HRM., PHD selaku dosen Universitas Islam Indonesia, Dr. Arni Surwani, M.Si selaku dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr. Murti Lestari, M.Si selaku dosen Universitas Kristen Duta Wacana, Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono selaku ketua riset APMI, dan Arie Liyono, S.kom selaku Founder & CEO Celengan.id. Acara dimulai dengan pembacaan kalam ilahi  oleh Bapak Zaenal Mustofa selaku Dosen UII sekaligus memberikan sambutan. Beliau mengatakan bahwa di Era globalisasi memaksa berbagai peraturan yang menuntut Universitas dalam negeri menjadi setara dengan Universitas yang ada di Internasional, oleh karena itu APMI mengadakan seminar ini untuk mengakomodir mahasiswa magister agar bisa mempublikasikan tulisannya sesuai peraturan Kemenristek Dikti agar bisa lulus serta mengantisipasi adanya  plagiarisme. Sehingga mahasiswa magister bisa berinovasi memberikan karya orisinil. Dan harapan kedepannya agar seminar ini bisa diakui secara internasional tidak hanya di regional saja.

Seminar dimoderatori oleh Dr. Zaenal Arifin M.Si, dengan narasumber pertama yaitu Dr. Murti Lestari, M.Si, materi presentasi yang disampaikan berjudul “Pranata Baru Menuju Ekonomi Digital” dengan fokus pembicaraan pada makro ekonomi dikaitkan dengan kebijakannya. Beliau menjelaskan disrupsi ekonomi bisa memberikan dampak positif dan negatif, adanya teknologi memang berdampak positif meskipun akan merugikan beberapa pihak. Dampak lebih lanjut tidak hanya pada ekonomi tapi juga sosial. Beliau juga memaparkan sejarah perkembangan teknologi dari tahun ketahun yang merubah pola industry, salah satunya adalah ekonomi digital sebagai ekonomi baru. Diliat dari makro disrupsi yang positif akan membawa keseimbangan ekonomi baru.

Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, sebagai narasumber kedua dengan judul “Kompetensi SDM, Kepemimpinan, dan Spiritual” menjelaskan disruptif dengan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Dijelaskan juga model profesional dalam Pendidikan manajemen saat ini haruslah menekankan pada art, soul, sains, craft yaitu seorang magister harus memiliki kemampuan secara teknikal dan mentalalitas agar bisa berdampak pada lingkungan. Secara spiritual seseorang memiliki makna dari apa yang dikerjakan tidak harus fokus pada outcome.

Dilanjutkan Arif Hartono M.HRM., PHD sebagai narasumber ketiga, memaparkan presentasi yang berjudul “Inovation is not enough : Business School in the Disruptive era”, disruptif yang terjadi tidak terdapat hal yang istimewa, karena di konteks strategi memang sekarang perusahaan sudah harus memadukan antara tuntutan internal dan eksternal. Kaitannya dengan manusia dimana manusia tidak bisa menolak karena bila itu terjadi maka kita akan ditinggalkan. Sudah bukan waktunya kita berfikir konvensional karena dimodern ini perubahan bahkan sudah tidak linear lagi ditambah perubahan permintaan sudah bukan needs (kebutuhan) tapi wants (keinginan).

Dr. Arni Surwani, M.Si, sebagai narasumber keempat, memaparkan hasil presentasinya dengan judul “Tantangan Sekolah Bisnis dalam Menghadapi Era Inovasi Disrupsi” bahwa disruptive bisa menimbulkan inovasi dengan ciri-ciri pasar baru, konsumen baru, ganti teknologi lama, efisiensi harga, dan produk baru yang tidak di duga. Disruptive tersebut tidak hanya merubah cara bisnis tetapi akan merubah struktur biaya hingga budaya yang berubah.

Narasumber terakhir adalah Arie Liyono S.kom menjelaskan sekarang adalah waktunya berkolaborasi, karena tanpa adanya kolaborasi pasti akan kalah dalam persaingan. Terdapat juga perbedaan antara startup dan UKM, yaitu startup akan cukup beberapa hari untuk buka atau bisa dijalankan seperti Gojek, Buka Lapak, dll sedangkan toko membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dijalankan. Startup yang dijalankan beliau adalah Celengan.id tujuannya untuk menjembatani mereka yang tidak punya tabungan karena kenyataannya 64% penduduk Indonesia masih belum mempunyai tabungan. Dan terdapat Rp 1,7 trilun receh tetapi hanya sekitar Rp 900 Miliar doang yang diputarkan. Disinilah peran celengan.id memanfaatkan receh yang “tidak terpakai” untuk dijadikan e-money.

Acara dilanjutkan dengan presentasi penelitian dari peserta di ruang P1/2, P1/6, P1/7, dan 1/1 FE UII dan diakhiri dengan pengumuman best paper di ruang P1/2.