Djarot Kusumayakti: Belajar Realita Kehidupan dari Jalanan

Bengkulu di tahun 1957 menjadi saksi kelahiran Djarot Kusumayakti. Ia merupakan salah satu alumni jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitasi Islam Indonesia (FE UII) angkatan 1977. Ia menghabiskan 31 tahun hidupnya untuk bekerja di Bank BRI dan sempat menduduki jabatan sebagai Dirut Mikro BRI. Saat ini ia diamanahi jabatan sebagai direktur Bulog, sebuah BUMN yang dibentuk oleh negara. Pria kelahiran 4 September ini adalah anak seorang tentara dan merupakan anak ketujuh dari 12 bersaudara.

Sebagai anak dari seorang tentara  dan 12 bersaudara, ia dididik dengan keras dan tegas. Orang tuanya mempunyai janji untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke selesai sarjana. “Jika ada yang tidak mau sekolah, maka silahkan meninggalkan rumah” begitu ujarnya saat mengenang didikan orang tuanya di masa kecil. Orang tuanya pun menegaskan bahwa harta warisan yang bisa diberikan oleh orang tuanya adalah ilmu bukan benda atau yang lainnya.

Djarot menghabiskan masa sekolahnya di beberapa tempat. Namun ada suatu pengalaman yang menarik dimana sejak masa Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), ia menghabiskan hidupnya di sekolah Katolik. Menurut pengakuannya, ayahnya memiliki pandangan bahwa pada saat itu, pendidikan formal yang baik ada di sekolah Katolik. Sempat berpikir untuk berpindah agama, namun hatinya kukuh dan memutuskan untuk memilih tempat kuliah yang lebih dari sekedar menyediakan pendidikan dunia, namun juga memberikan pendidikan agama Islam seperti yang dianutnya sejak lahir.

Di tahun 1977, akhirnya djarot resmi menjadi bagian dari UII. Ia memilih UII karena memang merasa UII bisa memberikan pencerahan bagi dirinya tentang ilmu agama Islam. Selama berkuliah di UII ia lebih banyak menghabiskan waktunya mengikuti kegiatan diluar kampus selain kegiatan belajar formal di kampus. Ia tidak terlalu aktif di organisasi internal kampus. Ia memiliki teman-teman satu kelompok yang memiliki kesamaan nasib. Mereka belajar realita kehidupan dari jalanan. Mereka punya pandangan bahwa mengatur hidup itu berkaca dari tukang becak.

“Banyak orang pandai yang  tidak berani menatap realita, banyak orang yang keluyuran di jalanan tapi berani menatap realita.”

Di akhir tahun 1983, di bulan September tepatnya, Djarot akhirnya resmi menyandang gelar sarjana. Ia bersama teman-teman senasibnya ini pun memutuskan merantau ke Jakarta unuk mencari pekerjaan. Mereka mencari kerja dengan semangat untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Ada satu cara menarik ketika mereka ingin mendaftar kerja di perusahaan. Mereka melihat dari seberapa bagus mobil yang ada di tempat parkir, jika banyak mobil bagus, berarti perusahaan tersebut menjanjikan. Akhirnya mereka memutuskan untuk melamar ke Bank, karena mereka melihat mobil-mobil mewah yang berada di halaman parkir bank. Djarot akhirnya diterima menjadi pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) di awal tahun 1984. Satu hal yang ia akhirnya sadari adalah, ternyata mobil mewah yang terparkir di halaman parkir bank adalah mobil nasabah, bukan mobil pegawai bank. Namun, hal itu tidak menurunkan semangatnya untuk kerja maksimal di BRI, ia memiliki prinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin.

Lubuk Linggau, Sumatera Selatan menjadi pelabuhan awalnya meniti karir. Diawali menjadi staff, ia berangsur-angsur naik jabatan hingga menjadi Marketing Lending Officer. Ketika awal menjadi staff di Lubuk Linggau, ia sempat bercita-cita untuk menjadi Operation Officer namun ternyata ia memperoleh lebih dari apa yang dicita-citakan dan bahkan dia belum pernah menjadi operation officer ia langsung diberikan amanah dari Asisten Manajer langsung menjadi Marketing Lending Officer. Selepas itu karirnya semakin membaik ia menjadi Pimpinan Cabang (Pinca) tingkat IV di Papua, kemudian menjadi Pinca tingkat III di Maluku, naik menjadi Pinca tingkat II di Solo, dan menjadi Pinca tingkat I di Padang. Setelah itu ia pun ditarik kembali untuk menjadi salah satu Kadiv di Kantor Pusat di Jakarta dan kemudian ia berhasil menjadi Direktur di BRI. Salah satu kunci suksesnya adalah menerapkan prinsip manajemen yang diajarkan di bangku kuliah kedalam kehidupannya.

Di tahun 2015, ia dipercayakan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia (RI), Bapak Joko Widodo, untuk menjadi Direktur Utama (dirut) Bulog. Harapan dirinya, menjadi dirut Bulog adalah amanah terakhir yang dia emban sebelum memasuki usia pensiun. Ia berkeinginan setelah pensiun untuk kembali ke Yogyakarta menikmati masa tua dan kembali sekolah untuk memperdalam ilmu agama. Salah satu pesan ibunya yang ia pegang erat adalah, hidup itu dimulai dari membaca, membaca itu bukan namun juga membaca lingkungan sekitar. Harapannya bagi para penerusnya, ia ingin para adik-adik alumni selanjutnya adalah harus bangga pada alumni dan almamaternya. “tempat belajar kita itu yang terbaik, kalau masalah kesempurnaan, itu tugas kita menyempurnakan.”

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply