Yulianto Setiawan : Keluar dari Zona Nyaman, Terimalah Tantangan

YULIANTO SETIAWAN | Deputy General Manager PT. Bank Rakyat Indonesia (Pesero) Tbk. Cabang Singapura

Karismatik dan pembawaan tenang, itulah kesan pertama saat bertemu dengan beliau. Yulianto Irawan, Ia merupakan salah satu alumni lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) program studi Akuntansi International Program. Pria kelahiran 2 Juli 1978, Kudus ini, lahir dan besar di Kudus hingga akhirnya merantau ke Yogyakarta untuk mengenyam perkuliahan. Ayahnya sendiri merupakan seorang pegawai instansi terkait di kota Kudus. Dari sosok ayahnya inilah, Iwan sapaan akrabnya, bisa mencapai titik kesuksesan hingga sekarang. Sosok seorang ayah yang keras membuat beliau ingat yang diajarkan ayahnya adalah selalu menanamkan kedisiplinan, dimana kedisiplinan tersebut membawanya pada prestasi-prestasi di sekolah dan ranking disekolah. Prestasi yang didapatnya tersebut selalu diapresiasi ayahnya dengan memberikan reward seperti membelikan buku. Akan tetapi jika beliau melakukan kesalahan akan mendapat punishment, tetapi punishment yan membangun seperti hafalan surat dan pelajaran. Hal tersebut juga beliau terapkan ke anak-anaknya.

Masa kecil beliau tidak jauh beda dengan masa kecil anak lainnya, Kudus sendiri merupakan kota santri dimana setiap sore dihabiskan dengan membaca ayat-ayat alquran bersama anak-anak lain. Ia juga masih mengingat pengalaman yang tidak terlupakan ketika ditugaskan menjadi pembawa bendera, dan saat mengibarkan benderanya terbalik. Tetapi titik balik kehidupan beliau ketika ayahnya meninggal pada saat ia masih duduk dibangku SMA. Beliau berpikir saat itu ibunya sendirian sehingga ia harus sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu karena jika tidak masih terdapat tanggungan kedua adiknya. Karena hal itu ia selalu menargetkan sesuatu secara tepat waktu dan fokus pada pendidikannya karena jika ia tidak lulus tepat waktu maka pendidikan adik-adiknya juga akan terhambat.

Pada zaman kuliah dulu, awalnya ia bercita-cita untuk menjadi arsitek dikarenakan kegemaran menggambar. Tetapi saat ujian UMPTN ternyata tidak lolos, dan dipilihlah UII akuntansi karena saat itu UII merupakan swasta terbaik di Yogyakarta dan UII sendiri adalah kampus bernuansa islami. Beliau sendiri bukan termasuk orang berkegiatan organisasi di kampus, bukan karena ia tidak suka dan tidak mau, akan tetapi ada ketakutan tidak bisa membagi waktu antara organisasi dan Pendidikan. Selain berkutat dengan dunia akademik, kesibukan kuliah dihabiskan dengan menjadi ketua pada event scrabble untuk Jogja dan DIY serta mengurus pojok international program.

Pada tahun Juli 2001 mulai bekerja di BPD D.I. Yogyakarta bagian account officer, selama 7 bulan. Febuari 2002, pindah di BRI Jakarta sebagai calon staf atau saat ini disebut Management training, di BRI ia sudah 16 tahun dan sudah pindah 8 cabang. Sempat 2005 mendapat beasiswa di Australia kemudian balik ke Jakarta bekerja dibagian investor relation divisi corporate secretary BRI. Kemudian dipindahkan ke Semarang sebagai operasional manajer, tidak selang lama dipindahkan kembali ke Kalimantan sebagai pemimpin cabang pembantu, sering dipindah tugas tidak meyurutkan semangat beliau, bahkan karena hal itu yang membawanya untuk membuka cabang BRI di Singapura tahun 2014 sampai saat ini. Awal pendirian banyak terdapat hambatan dan tantangan mulai dari pendirian kantor bank, izin pendirian, hingga ketatnya regulasi pendirian bank di Singapura. Hingga saat ini BRI cabang Singapura berhasil mencapai break event point selama 2 tahun karena adanya kerjasama dan komunikasi dalam tim. “Keluarlah dari zona nyaman dan terimalah tantangan, jangan pernah takut untuk gagal dalam tantangan tersebut tetapi cobalah terus hingga bisa mencapai achievement” pungkasnya dalam harapan untuk penerus bangsa.