Dwi Janto: Character is Identity

Didalam kehidupan, sebuah cara berpikir dan berperilaku menjadi ciri khas setiap individu, baik dalam lingkup keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Karakter seseorang didapatkan dari berbagai pengalaman hidup yang pernah dilalui. Dwi Janto Suandaru, pria kelahiran Jakarta 02 Januari 1974 ini semasa kecilnya sudah terbiasa bertautan dengan karakter orang-orang yang berbeda. Menjadi anak dari seseorang yang bekerja sebagai navigator di pelabuhan, membuat Dwi harus hidup nomaden.

Masa kecil Dwi banyak dihabiskan di Pontianak dan Palembang. Ia pernah menempuh pendidikan disalah satu SMA favorit di Kota Palembang sebelum ia pindah SMA di Yogyakarta.Pengalaman sewaktu SMA memberikannya banyak pelajaran berharga yang mempunyai andil besar dalam pembentukan karakter dalam dirinya. Kedisiplinan dan berani bertanggung jawab yang ia miliki saat ini muncul dari hidupnya semasa duduk dibangku SMA.

Tiga tahun ia mengalungkan seragam putih abu-abu di SMA swasta, ia memilih untuk memperjuangkan cita-citanya didunia perkuliahan. Dwi memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Indonesia (UII) karena pengaruh sang kakak. Tetapi hal itu tidak serta mereta mendasari bahwa Dwi harus memilih UII, karena UII juga merupakan pilihan dan keinginan ia sendiri.Ia memilih untuk menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai destinasi fokus jurusan yang dipilihnya.. Bagi seorang Dwi mengenal banyak orang sangat berguna ketika memasuki dunia pekerjaan.

Menjadi salah satu mahasiswa yang berkonsentrasi dibidang Marketing, Dwi telah mempraktikan ilmu yang ia dapat dikelas sejak menduduki bangku perkuliahan. Sewaktu kuliah ia pernah menjelajahi Jakarta dan Solo untuk berkulakan baju bekas yang kemudian ia jual di Yogyakarta. Menjadi unik bagi seorang mahasiswa saat itu untuk merelakan waktu studinya untuk diselingi hobinya tersebut. Hobitersebut ternyata mampu menambah uang sakunya, walaupun tidak signifikan memang setidaknya mampu meningkatkan gairahnya sebagai pemuda saat itu.

Bermula pada tahun 1997 saat dimana ia harus memulai membangun sebuah karir, pada saat itu juga dibarengi dengan krisis ekonomi global yang berdampak di Indonesia sehingga membuat Dwi harus pontang-panting mencari pekerjaan. Lingkungan yang tidak kondusif memaksa lulusan tahun 1997 ini memilih menjadi penjaga Warnet. Alasan utamanya ialah pada saat itu internet cafe hanya mempunyai 8 box komputer dengan penghasilan Rp 20.000.000 setiap bulannya. Nominal tersebut sangat besar pada saat itu, sehingga membuat Dwi dan teman-temannya berinisiatif mengembangkan bisnis yang ia tekuni menjadi Internet Service Provider (ISP).

Tahun 2000, Dwi mendapat tawaran untuk bekerja di PT Jasa Raya Tama Buana. Enam bulan pertama Dwi sempat menyerah karena tidak satupun kliping hasilnya dapat terjual. Tetapi ia mendapat motivasi dari manajernya, akhirnya semangat Dwi bangkit kembali untuk menjual kliping tersebut. Usaha Dwi membuahkan hasil, Dwi berhasil menjual klipingnya ke salah satu Universitas di Yogyakarta. Perlu waktu lima tahun bagi Dwi untuk meraih hasil jerih payah keringat, 2005 ia berhasil menjadi seorang Marketing Manager Database E-Journals di PT. Jasa Raya Tama Buana.Berbekal pengalaman luar biasa semasa hidup, itu yang menghantarkan Dwi hingga menjadi seperti sekarang.

“Anda boleh ahli dalam bidang anda, tapi saya ahli dibidang saya”

Tidak hanya sampai disitu, masih ada hal lain yang ingin ia raih. Bagi Dwi, ia merasa cukup dengan prestasi dalam membangun karirnya saat ini, akan tetapi ia merasa ganjil jika karirnya belum mampu memberikan dampak social secara nyata. Oleh karena itu, ia sudah tidak lagi mengandai untuk peningkatan jabatan, tetapi bagaimana caranya ia bisa mengabdi dan mewakafkan sebagian ilmunya kepada masyarakat didaerah terpencil. Impian yang saat ini sedang diusahakannya untuk mendirikan sebuah Yayasan Sosial sesuai pada teori Maslow yaitu aktualisasi diri. Ia merasa wajib untuk membagi pengalaman jika diberi kesempatan untuk bertatap muka dengan mahasiswa FE UII agar itu dapat melecut semangat muda mahasiswa.

Pesan beliau kepadapara mahasiswa yang harus dipersiapkan untuk bekerja yaitu pastinya adalah kemampuan kognitif, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa kebanyakan saat ini ”Bertemanlah yang banyak dan teman-teman yang bukan satu daerah, dengan ini kita akan tahu banyak karakter orang karena itu berguna ketika kita akan bekerja agar kita dapat menempatkan diri dimanapun nantinya” lanjutnya. Karena yang akan dilihat ketika bekerja itu bukan hanya IQ tetapi bagaimana seseorang itu bisa membangun kerjasamayang mana mampu memberikan nilai lebih untuk karyawan. Dan pesan untuk UII, ia berharap dapat ikut serta dalam kemasyarakatan dan kemudian diekspos melalui media yang bisa dibaca semua orang. Tujuannya agar UII dikenal, tidak hanya calon mahasiswa tetapi masyarakat luas yang tidak melanjutkan pendidikanpun bisa mengenal UII.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply