,

Menuju Digitalisasi, Ditjen Pajak Implementasikan E-Bupot

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Semua kegiatan ekonomi tampaknya harus dapat beradaptasi pada perubahan. Semula dilakukan secara manual, kini telah beralih ke digital. Salah satunya, seperti yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terus berupaya memperbarui sistemnya sehingga dapat menyesuaikan dengan era digital saat ini. Dengan itu, DJP bersama dengan Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII) mengadakan webinar yang bertajuk “Digitalisasi Pelaporan Perpajakan (Implementasi E-Bupot)”, sebagai sarana pemberian informasi yang berguna bagi para wajib pajak dalam menghadapi perubahan teknologi pada Selasa, (25/8). Kegiatan kali ini dibersamai oleh Yunipan Nur Yogantara, Moh. Fuad, ST., MT, dan Shanti S. Sudarmadi, S.S. T. selaku perwakilan dari Kanwil DJP Yogyakarta serta Sinta Sudarini yang mewakili Harto Basuki selaku ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Memaparkan tentang sistem pajak yang terbaru, Yunipan Nur Yogantara mengatakan, “E-Bupot yaitu bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23/26 secara elektronik. Dengan aplikasi ini, wajib pajak dapat melaporkan secara online, sehingga lebih memudahkan,”. E-Bupot (Elektronik Bukti Pemotongan) sebenarnya telah dicanangkan semenjak tahun 2017 hingga tahun 2019 mulai dari tahap realisasi 1-5, hingga pada akhirnya tahun 2020 E-Bupot telah siap untuk diimplementasikan secara nasional pada September mendatang. Ia juga menjelaskan bahwa E-Bupot memiliki sistem pengamanan dengan menggunakan tanda tangan dan sertifikat elektronik.

“Digitalisasi perpajakan harus selalu update terhadap teknologi. Seperti yang kita tahu, dari bulan Maret telah ada Covid-19 yang juga telah mengubah kebiasaan tatap muka menjadi kegiatan secara daring. Hal ini juga berdampak pada perpajakan, yang seharusnya bulan Maret lalu merupakan puncak dari pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) tahunan pribadi, justru diperpanjang hingga tiga bulan kemudian dan itupun dibuka secara terbatas. Namun, bukan berarti layanan pajak berhenti, melainkan beralih menjadi layanan secara daring,” ungkap Fuad selaku Kepala seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen DJP Yogyakarta.

Melanjutkan pernyataannya, Fuad juga menjelaskan alasan diberlakukannya pelaporan pajak secara online. “Untuk mengurangi penggunaan kertas, mempercepat proses, dan juga mempermudah wajib pajak,” ujarnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26. Dikuatkan juga dengan landasan hukum yang ada, seperti Undang-Undang KUP (Ketentuan Umum Perpajakan), Undang-Undang PPh, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011.

“KPP (Kantor Pelayanan Pajak) ingin selalu mengedukasi dan memberikan informasi kepada para wajib pajak. Semakin hari, semakin ingin memberi kemudahan. Bahkan ada rencana untuk membuat podcast,” tutupnya selaku perwakilan dari DJP Yogyakarta yang memiliki jargon “Pajak Kuat, Indonesia Maju”. (AMA/ARA)