Teliti Dampak Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai PTS di Medan, Safrida Raih Gelar Doktor di UII

Saat ini persaingan Perguruan Tinggi (PT) di tingkat nasional semakin ketat, akibat dari persaingan tersebut setiap PT berlomba-lomba untuk mempertahankan eksistensi. Sama hal nya dengan berbagai PT yang berada di Sumatera Utara. Keberhasilan suatu universitas sangat didukung oleh berbagai pihak di antaranya pimpinan, pegawai, staf pengajar dan juga mahasiswa itu sendiri.

Salah satu faktor penentu dari keberhasilan suatu universitas adalah pegawai. Hal ini disebabkan karena secara langsung mereka berinteraksi dengan para mahasiswa. Hubungan baik yang tercipta di antara kedua pihak akan membuat suasana kerja lebih nyaman dan kondusif, sehingga proses kegiatan operasional yang berlangsung dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut mendorong Safrida, SE.,M.Si., melakukan penelitian desertasi dengan topik yang membahas tentang stress kerja dan dampaknya pada kinerja tenaga kependidikan di seluruh Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Medan.

Saat mempertahankan desertasinya di hadapan Rektor UII dan Penguji dalam Ujian Terbuka Sidang Promosi Doktor di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (28/10), Safrida, SE.,M.Si., mengungkapkan bahwa dari 18 Perguruan Tinggi Swasta yang diambil datanya, terdapat 10 perguruan tinggi yang tenaga kependidikannya mengalami stress kerja. “Lebih dari 50% dari perguruan tinggi yang diambil datanya, karyawannya mengalami stress kerja. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari gaji masih di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), minimnya penghargaan bagi pegawai berprestasi, fasilitas kerja kurang memadai, dan jenjang karir yang tidak jelas.” Papar Safrida.

Selain itu, fenomena lainnya masih rendahnya kualitas kehidupan kerja pegawai, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengayaan kemampuan kerja, minimnya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan diri, penolakan perubahan budaya kerja, rendahnya kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi, dan masih banyaknya tenaga kependidikan yang merangkap jabatan. Faktor-faktor tersebut menjadi pemicu pegawai mengalami stress kerja yang kemudian membawa dampak negatif pada pekerjaannya.

Oleh karena itu, ia berharap hasil penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi perguruan tinggi di Medan khususnya perguruan tinggi swasta untuk memperbaiki kualitasnya dengan cara meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pegawainya.

“Para pimpinan perguruan tinggi khususnya di Medan sebaiknya lebih memperhatikan tenaga kependidikan karena secara administratif mereka memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas universitas. Tenaga kependidikan perlu diberdayakan semaksimal mungkin melalui pembagian tugas yang jelas, peningkatan kompensasi, peningkatan perencanaan karir melalui pelatihan-pelatihan yang mendukung tahap pekerjaan mereka.” Papar Safrida.

Ia melanjutkan, pimpinan perguruan tinggi juga perlu bersikap tegas terhadap tenaga kependidikan yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, tanpa melihat ada tidaknya ikatan persaudaraan. Hal tersebut mengacu fenomena dimana masih banyaknya tenaga kependidikan yang direkrut karena faktor hubungan kekeluargaan.

“Saat ini penelitian banyak dilakukan hanya kepada dosen namun mengabaikan tenaga kependidikan. Ini untuk mengubah cara pandang bahwa semua terintegrasi, sehingga mampu mewujudkan visi-misi perguruan tinggi. Dari tingkat kesulitan memang lebih sulit meneliti pegawai karena belum ada standar penilaiannya sebagaimana dosen.” Tegas Dosen di Universitas Islam Sumatera Utara tersebut.

Dengan keberhasilannya mempertahankan penelitian desertasinya, hal tersebut menghantarkannya meraih gelar Doktor di bidang ilmu ekonomi pada Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UII. Ia menjadi Doktor ke-81 yang ujiannya dilaksanakan di Universitas Islam Indonesia