Walaupun market share keuangan syariah Indonesia masih dibawah 10% dan dikatakan masih cukup lemah, Indonesia bisa dikatakan negara yang memiliki lembaga syariah yang cukup banyak. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan ilmu ekonomi syariah.  Oleh karena itu perlu penanganan sistematis dan serius untuk mengembangkan keuangan syariah di Indonesia. Selain itu, Ekonomi syariah juga menjadi ladang amal saat kita berkontribusi mengembangkan ilmu yang telah hadir secara resmi lebih dari dua dasawarsa silam ini. Hal itulah yang disampaikan oleh Wakil Dekan Fakultas Ekonomi UII Bidang Sumber Daya, Arief Rahman, SE., M.Com., Ph.D. ketika memberi sambutan saat acara Public Hearing yang bertemakan “Masterplan Ekonomi Syariah” di ruang P1/2 Fakultas Ekonomi UII.

Prof. Abdul Ghafar Ismail sebagai salah satu pembicara pada acara hari ini (26/12) sekaligus pakar ekonomi syariah internasional bertutur bahwa peningkatan jumlah populasi muslim dunia 1,84 Milyar pada tahun 2017. Hal ini merupakan kabar baik dalam meningkatkan sektor halal industri di dunia. Posisi Indonesia sendiri dalam penerapan ekonomi syariah global cukup potensial. Indonesia merupakan konsumen terbesar di dunia namun bukan produsen utama.

“Potensi Indonesia besar, namun baru konsumsinya saja yang besar”

Namun untuk menghadapi kenyataan itu, dari data yang ada, industri makanan dan minuman memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena Indonesia memiliki infrastruktur memadai serta nilai ekspor besar. Oleh karena itu, dalam masterplan sektor ini akan dijadikan sebagai prioritas. Namun ada empat sektor Industri halal lain yang dapat dikembangkan di Indonesia. Empat sektor itu adalah pariwisata, kosmetik dan obat-obatan serta tekstil.

Tak lupa, halal value chain juga penting dalam konteks ini. Tujuannya adalah untuk menaikkan peringkat Indonesia menjadi tiga besar. Ada beberapa strategi untuk mencapai target tersebut, yaitu konsolidasi pasar dalam negeri, memperkuat dan meningkatkan efektivitas institusi terkait halal industri serta meningkatkan jangkauan dan efektivitas. Itulah yang disampaikan oleh Muhammad Abdul Ghoni

Ada beberapa catatan masterplan yang dituturkan Achmad Tohirin, yaitu bukan hanya produk halal saja yang dikembangkan, nanum juga toyib. Selain itu berdasar riset yang telah dilakukan menunjukan bahwa pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat rendah. Bahkan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai riba, gharar dan maysir. Hal itu merupakan PR besar untuk menyosialisasikan tentang ekonomi syariah ke masyarakat sebelum memantapkan masterplan lima tahun mendatang. Selain itu tentang industry keuangan syariah sendiri, perkembangan perbankan dan keuangan syariah yang menuntut adanya terobosan baru dan perlunya tinjauan ulang atas bentuk keembagaan bank syariah. sebenarnya potensi yang kita punya dalam keuangan syariah cukup besar namunperlu adanya pembenahan kelembagaan dan pembenahan regulasi.

Industri halal akan menjadi master dalam perekonomian dunia dalam waktu dekat. Oleh karena itu hal ini menjadi tantangan kita untuk ikut ambil bagian dalam berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah. Ekonomi syariah memang memberi maslahah yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia. Harapan kedepannya, Kegiatan Public Hearing ini bukanlah satu-satunya kesempatan kita berkontribusi dalam megembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Selain belajar, ekonomi syariah juga menjadi ladang amal yang sangat luas jika kita mengimplementasikannya dengan benar di kehidupan sehari-hari.

Dewasa ini maraknya sentimen negatif terhadap pasar modal Indonesia menjadikan banyak investor enggan untuk menanam modal di beberapa perusahaan. Sentimen yang dominan terjadi di pasar, kenaikan suku bunga di Amerika, hingga turunnya nilai tukar dolar. Hal-hal ini memicu turunnya harga saham yang berakibat pada sedikitnya penanam modal asal Indonesia dibanding luar negeri. Generasi milenial diharapkan mampu mengikis sentimen yang beredar di masyarakat. Sebagai generasi yang jumlahnya paling banyak dan paling dekat dengan teknologi, generasi milenial memiliki lebih banyak kesempatan untuk turut andil dalam lingkup pasar modal. Berdasarkan data yang diperoleh, generasi milenial memiliki turn over yang tinggi. Hal ini akan berakibat pada keloyalitasan para pekerja. Oleh karena itu, pasar modal menjadi suatu hal yang menarik untuk dicoba.

Interaksi teknologi dengan para generasi milenial memberikan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Gadget yang digunakan dapat menjadi sarana bagi masyarakat usia kerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Mulai dari berjualan daring, bekerja pada aplikasi transportasi, hingga ikut trading saham. Trading saham adalah proses yang dilakukan trader yang frekuensinya lebih banyak dari investor karena jangka waktu transaksi yang pendek. Dalam proses trading para trader selalu memanfaatkan fluktuasi harga untuk mendapatkan keuntungan. Fluktuasi harga yang naik-turun dapat selalu dipantau pada gadget masing-masing trader. Hal ini yang menjadi alasan generasi milenial diharap mampu turut serta dalam kegiatan trading.

Selain ini kenaikan suku bunga Amerika Serikat memicu adanya Net Sell Arj. Datanya telah terlihat sejak tahun 2004 silam. Walaupun begitu, IMF mengemukakan bahwa Indonesia yang seharusnya terkena imbas dari kenaikan tersebut malah mengalami pertumbuhan saham yang relatif stabil. Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di level VWAP.

Penanam modal yang berasal dari Indonesia tidak perlu khawatir karena berdasarkan laporan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) Indonesia cukup banyak mendapat aliran dana dari potofolio yang masuk. Sebagai langkah persuasif, pihak BEI beserta CGSCIMB yang merupakan salah satu perusahaan listing yang berada dibawah BEI mendatangi para mahasiswa pascasarjana dan doktor Fakultas Ekonomi UII. Kedatangan yang bertajuk ‘Investasi Di era Digital Bagi Generasi Milenial’ ini mengajak para milenial yang lahir pada kisaran 1980-1995 untuk mulai menabung saham. Gerakan ini mereka beri nama ‘Yuk Nabung Saham.’ Selain itu, BEI juga menyediakan wadah bagi para perintis Start Up. Wadah ini bernama Ideas Incubator yang diperuntukkan bagi start up bisa menggunakan fasilitas itu untuk go public.

Banyaknya keuntungan yang diungkap para pembicara Seminar Pasar Modal (27/10) itu mampu mengesampingkan sentimen yang beredar. Bahwa menjadi satu solusi bagi para pelajar di era digital untuk melakukan trading saham. Kedekatan teknologi yang sudah menjadi kebutuhan primer sekarang ini, tidak hanya sekadar untuk hidup dalam dunia maya tetapi bisa menghasilkan keuntungan. Ciri khas anak milenial yang bekerja tergantung pada keadaan dan cenderung kurang loyal mampu diatasi dengan adanya trading saham. “Bahkan dengan modal seratus ribu teman-teman bisa mengikuti trading saham online, yang selalu bisa teman-teman pantau” ungkap perwakilan dari BEI pagi itu.

Seminar yang dipadati oleh mahasiswa pascasarjana dan doktor FE UII ini mampu membuka wawasan bahwa menabung saham itu perlu. Dengan adanya tabungan saham tersebut masyarakat akan mampu memperoleh hasil dari fluktuasi harga. Investor yang memiliki ciri khas berpikir visoner tentu mampu berekspektasi dan mencoba untuk memenuhi ekspektasinya tersebut.(BTG/ANA)

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, Indonesia dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan sistem perekonomian berbasis Syariat Islam. Berdasarkan data dari Global Islamic Economic Indicator 2017, perkembangan ekonomi syariah Indonesia berada di urutan ke-10 dunia. Menanggapi hal tersebut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia mengadakan Conference on Islamic: Management, Accounting, and Economics. Pada konferensi tersebut dibahas mengenai perkembangan dari Lembaga keuangan Islam di Indonesia yang memiliki visi keumatan. Acara tersebut dihadiri oleh para mahasiswa FE UII dan peserta paper konferensi Islam di ruang kuliah P1/2 (28/11). Conference on Islamic ini bertujuan sebagai wadah untuk mengasah kepekaan masyarakat terkait perkembangan ekonomi syariah di Indonesia utamanya mahasiswa sebagai agent of change.

Menurut Dr. Jaka Sriyana, SE.,M.Si selaku dekan FE UII menuturkan bahwa “P3EI merupakan pusat pengkajian ekonomi Islam yang berdiri sejak tahun 1992 dan lembaga yang pertama kali mengadakan seminar terkait ekonomi Islam pertama di Indonesia hingga saat ini”.

Perkembangan ekonomi Islam tidaklah berjalan dengan mudah, sekitar 5-6% keberadaan Bank Syariah di Indonesia yang sampai saat ini masih terus melakukan peningkatan mutu dan pelayanan. Selain itu adanya bisnis syariah juga tak luput dari perkembangan ekonomi di Indonesia, karena hal tersebut Dr. Imam Teguh Saptono selaku pembicara pertama mengatakan bahwa “Dalam menjalankan bisnis Islam harus Fillah dan Lillah sehingga tidak akan merisaukan untung dan rugi”. Beliau juga menjelaskan bahwa menjadi pebisnis syariah harus memliki konsep celestialpreneur yaitu sebagai seorang pebisnis perlu beriman untuk menjadi dermawan, dimana saat ini konsep yang dianut adalah socioprener yaitu seorang pebisnis tidak perlu beriman untuk menjadi dermawan. Selain itu konsep social CSR semata-mata hanya untuk keuntungan perusahaan sendiri.

Salah satu bukti dari perkembang ekonomi Islam adalah berdirinya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di berbagai daerah di pelosok Indonesia. Kehadiran BMT sebagai cara untuk mendapatkan modal tanpa melakukan riba. Pada kesempatan tersebut, BMT yang menjadi contoh adalah BMT UGT Sidogiri, Pasuruan. Menurut KH. Abdul Majid Umar selaku pengamat keuangan BMT Sidogiri mengatakan ”BMT Sidogiri berdiri karena keresahan masyarakat akan modal yang dipinjam dari rentenir yang merajalela dan harus mengembalikannya dengan bunga”. BMT ini selain sebagai Lembaga keuangan mikro juga sebagai koperasi bagi masyarakat disekitar yang menjual berbagai produk halal. Hingga saat ini eksistensi dari koperasi BMT tersebut telah tersebar sebanyak 157 unit di Jawa timur, beberapa di Jawa tengah, dan Luar Jawa. Konsep dari BMT ini adalah melakukan simpanan dan pinjaman kepada masyarakat dimana pada akhir periode masa tabungan akan dibagikan kembali kepada masyarakat tetapi terdapat infak. Selain itu beliau juga menjelaskan bahwa konsep penting yang dianut BMT Sidogiri adalah konsep barokah dalam Islam dengan keyakinan riba diharamkan dan menyuburkan sedekah.

Senada dengan hal tersebut, Ahmad Tohirin, Ph. D juga menjelaskan bahwa BMT merupakan salah satu Lembaga keuangan syariah yang ideal dimana mensejahterakan nasabahnya. Lebih lanjut beliau juga memberikan edukasi mengenai deposan bank Islam dan perbankan syariah, dimana bagi hasil yang dibagikan bank syariah berupa profit sharing. Pendirian dari Bank syariah sendiri harus berupa Perseroan Terbuka (PT), hal tersebut sesuai dengan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Perkembangan dari perbankan syariah dianggap penting karena Bank syariah berupaya untuk mengimplementasikan kontrak-kontrak fiqih muamalah dalam Islam.

Conference on Islamic Management, Accounting, and Economics ini diharapkan mampu mengasah kepekaan dan pengetahuan masyarakat khususnya mahasiswa tentang perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Selain itu, juga menjadi edukasi supaya masyarakat menggunakan Bank Syariah dan mulai meninggalkan Lembaga keuangan yang menganut sistem riba. (SHF/FJR).

Perkembangan Teknologi dan Informasi yang semakin pesat menuntut pelaku bisnis harus siap menghadapi tantangan. Munculnya istilah Industri 4.0 sudah tidak asing lagi di bidang keuangan dan akuntansi. Program Studi Magister Akuntansi Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan 1st National Conference on Accounting and Finance yang bertema “Tantangan Implementasi Keuangan Syariah di Era Revolusi Industri 4.0” yang dilaksanakan tanggal 8 Desember 2018 di Fakultas Ekonomi UII. Prof. Mahfud Sholihin, M.Acc., PhD. Dan Prof. Dr. Hadri Kusuma, MBA menjadi key note speaker atau pembicara utama dalam acara ini dan Drs. Arief Bachtiar, MSA sebagai moderator. Acara dimulai dengan sambutan dari Aditya Pandu Wicaksono, S.E. M.Ak., Ak selaku ketua acara dari 1st National Conference on Accounting and Finance dan dilanjutkan oleh Dr. Jaka Sriyana, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Sejumlah 101 peserta menunjukkan antusiasme yang tinggi pada acara ini.  Konferensi ini nantinya akan diisi oleh 43 peserta yang datang dari seluruh penjuru negeri, yang secara teknis dibagi ke dalam 4 kelas dan 4 sesi presentasi dengan sistem paralel. Berbagai penelitian yang baik, edukatif, dan menarik akan disampaikan oleh para pemakalah. Dari beberapa penelitian itu akhirnya akan dipilih menjadi 2 best presenter dan 2 best paper, serta paper yang terpilih dari konferensi ini akan dimasukkan kedalam jurnal yang dikelola oleh Program Studi Akuntansi dimana pada saat ini Program Studi Akuntansi sudah mengelola dua jurnal dan jurnal yang dianggap baik akan tetap di review sesuai dengan prosedur yang ada.

Prof. Mahfud Sholihin, M.Acc., PhD sebagai key note speaker  membawakan judul Revolusi Industri 4.0 yang pada awalnya bermula pada tahun 2011 di Jerman, yang dimana revolusi industri sendiri menurut Prof. Mahfud Sholihin, M.Acc., PhD berkarakteristik disruptive technology, big data, dan artificial technology. Sedangkan, Prof. Dr. Hadri Kusuma yang merupakan salah satu key note speaker membawakan judul “Revolusi Indutri 4 Dan Profesi Akuntansi” sebagai materi yang dibawanya. Pada materi ini dijelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan Revolusi Industri yang ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, cloud computing, sistem big data, rekayasa genetika dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak (The Fourth Industrial Revolution by Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of the World Economic Forum). Namun Revolusi Industri sendiri memiliki beberapa ancaman diantaranya adalah secara global era digitalisasi akan menghilangkan sekitar 1–1,5 miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025, karena digantikannya posisi manusia dengan mesin otomatis (Gerd Leonhard, Futurist) dan diestimasi bahwa di masa yang akan datang 65% murid sekolah dasar di dunia akan bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di hari ini (US Department of Labor report). Selain memiliki ancaman, revolusi industri juga memiliki peluang seperti era digitalisasi berpotensi memberikan peningkatan jumlah tenaga kerja hingga 2.1 juta pekerjaan baru pada tahun 2025, serta terdapat potensi pengurangan emisi karbon sekitar 26 miliar metrik ton dari tiga industri: elektronik (15,8 miliar), logistik (9,9 miliar), dan otomotif (540 miliar) dari tahun 2015-2025 (World Economic Forum). Prof. Dr. Hadri Kusuma menyampaikan pada akhir materinya bahwa “Perubahan itu adalah sebuah keniscayaan. Manfaaatkan atau jadi korban adalah sebuah pilihan dan teknologi itu hanya alat seperti istilah a man behind the gun,  bahwa yang terpenting adalah siapa yang menggunakan alat tersebut.”