Dosen Perlu Pahami Kiat Khusus Sebelum Publikasikan Karya Ilmiah di Jurnal Internasional
Dalam dunia akademis dikenal ungkapan yang mengatakan bahwa penelitian yang baik adalah penelitian yang dipublikasikan. Sedangkan publikasi yang baik hendaknya publikasi yang dilakukan di dalam jurnal ilmiah terakreditasi, baik secara nasional maupun internasional. Hal ini dinilai sangat penting, sebab publikasi tidak hanya sebagai bentuk tanggungjawab ilmiah seorang peneliti, namun juga sebagai indikator untuk mengukur kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (ipteks) sebuah bangsa. Untuk melihat kemajuan ipteks, satu hal yang lazim dilihat adalah seberapa banyak karya ilmiah yang dipublikasikan oleh para peneliti dan akademisi di negara tersebut di tingkat internasional.
Seperti disampaikan oleh Dr. Abdul Rohman M.Si., Apt di dalam Workshop Penulisan Ilmiah dan Publikasi Jurnal Internasional yang digelar oleh DPPM UII di Gedung Prof. Dr. Sardjito, kampus terpadu UII, Rabu (24/9). Workshop dihadiri oleh para dosen dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di wilayah Yogya dan Jawa Tengah.
“Suatu penelitian akan lebih bernilai jika penelitian itu bisa dipublikasikan, tidak hanya di dalam jurnal nasional namun juga internasional. Para peneliti harus pandai-pandai memetakan di jurnal mana ia akan mempublikasikan karya ilmiahnya”, terang Dr. Abdul Rohman.
Menurut Dr. Abdul Rohman, sebelum mempublikasikan karyanya peneliti dapat melihat beberapa parameter seperti apakah jurnal tersebut telah terindeks oleh Scopus, sifatnya gratis/berbayar, dan sejauh mana reputasi jurnal itu di tingkat internasional. “Hal ini memberi manfaat tambahan bagi peneliti sebab karyanya akan banyak dilihat dan dikutip oleh komunitas akademis internasional sehingga ia memperoleh feedback untuk terus meningkatkan kualitas karyanya”, ungkap dosen yang pernah mendapat penghargaan sebagai Peneliti Muda Terbaik Se-Asia Pasifik ini.
Penelitian yang banyak dikutip tentunya juga mengangkat reputasi si peneliti itu sendiri. Namun demikian, tantangan yang dihadapi juga meningkat sebab tidak mudah menembus persyaratan publikasi jurnal ilmiah internasional.
Oleh karena itu, ia juga membeberkan beberapa kiat khusus untuk dapat mengalahkan tantangan tersebut. “Salah satu kendala terbesar adalah penggunaan Bahasa Inggris, namun sekarang peneliti dapat memanfaatkan jasa language editing untuk memperbaiki kesalahan tata bahasa dalam karyanya”, jelasnya. Selain itu, hal lain yang sangat krusial adalah peneliti harus mampu meyakinkan editor jurnal bahwa penelitiannya memiliki nilai inovasi yang unik sehingga layak dipublikasikan.
Dr. Abdul Rohman juga menyayangkan masih rendahnya publikasi ilmiah Indonesia yang tertinggal dibanding negara-negara lain. Menurut situs SCImago Journal and Country Rank, pada tahun 2013 Indonesia berada di ranking 55 dengan jumlah publikasi ilmiah sebanyak 4.175 dokumen. Ranking ini jauh tertinggal jika dibanding dengan negara ASEAN lain seperti Malaysia yang berada di peringkat 23 (23.190 dokumen) dan Singapura di peringkat 30 (17.052 dokumen).
Sementara Rektor UII, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc yang hadir dalam pembukaan acara menyampaikan bahwa penelitian merupakan bagian penting dari tugas perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan. Ia menekankan agar para dosen dalam menyampaikan materi di kelas juga berdasarkan riset-riset yang dilakukannya sehingga turut memotivasi mahasiswa. Sedangkan Direktur PPM UII, Prof. Ahmad Fauzy, Ph.D berharap even yang telah kali ke-5 diselenggarakan oleh UII ini dapat memotivasi para dosen UII untuk mempublikasikan karya mereka di jurnal internasional.
Sumber: Direktorat Humas UII
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!