Industri Kreatif Jogja Ramaikan Indonesian Business Carnival

IBC Berawal dari gebrakan industri di Inggris pada tahun 1997, kini tren industri kreatif telah banyak diadopsi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan komposisi jumlah penduduk usia muda sekitar 43 persen (sekitar 103 juta orang), Indonesia memiliki basis sumber daya manusia cukup besar bagi perkembangan industri kreatif. Melihat banyaknya potensi karya kreatif yang bermunculan di berbagai wilayah, termasuk di Yogyakarta, telah melahirkan banyak usaha skala kecil menengah dalam berbagai sektor seperti kuliner, kerajinan, periklanan, dan lainnya yang kini ikut berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah dan nasional.

Minggu (31/05), Enterpreneur Community (EC) Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia kembali menyelenggarakan Indonesian Bussiness Carnival (IBC) yang kini telah memasuki tahun ke-4. Acara yang berlangsung pada pukul 09.00 hingga 21.00 WIB ini mengusung tema “Market in Museum”, dimana tema yang diangkat tersebut diharapkan dapat menghadirkan suasana museum yang berbeda dari biasanya. IBC kali ini diramaikan dengan berbagai kegiatan seperti creative market, workshop, dan hiburan musik.

Creative Market IBC digelar di halaman utama Museum Benteng Vredeburg yang diikuti oleh 29 gerai industri kreatif dan 10 gerai kuliner. Berbagai produk hasil kreasi masyarakat Yogyakarta telah melalui proses seleksi untuk bisa mengisi gerai IBC, seperti Vakansi, Sampan Mimpi dan Chids. Pemilihan gerai produk kuliner juga disesuaikan dengan tren yang ada di masyarakat, seperti kue cubit, cotton pop, dan es pot.

Kegiatan workshop IBC dilaksanakan di ruang Diorama 3 Museum Benteng Vredeburg. Workshop ini menghadirkan dua narasumber yaitu Cethul dan Singgih Susilo Kartono. Cethul adalah seorang artisan kulit yang berasal dari Yogyakarta hingga saat ini membuat produk kerajinan kulit murni hasil kreasinya seorang sendiri, tanpa melibatkan seorang pun karyawan. Hasil karya Cethul telah dihargai jutaan hingga ratusan juta rupiah. Bahkan, kini produknya tidak hanya laku di pasar domestik tetapi telah merambah pasar global. Narasumber kedua, Singgih Susilo Kartono adalah seorang pembuat radio kayu dan kerajinan tangan. Pria yang berasal dari Temanggung, Jawa Tengah ini memproduksi radio yang bermerek Magno yang telah berhasil merebut berbagai penghargaan seperti lomba desain di Seattle, Amerika Serikat pada tahun 1997. Selain itu, radio ini juga memenangkan Good Design Award 2008 untuk kategori Innovation/Pioneering & Experimental Design di Jepang. Di Amerika Serikat, radio buatan Singgih dihargai pada kisaran harga 49-56 USD, di Jepang 17.500 Yen dan di Jerman 160-240 Euro, sedangkan di dalam negeri dijual pada harga 1,1-1,3 juta rupiah. Harga yang cukup tinggi ini dirasa pantas untuk Radio Magno yang banyak diminati sebagai benda koleksi.

Puncak acara IBC pada malam hari menampilkan hiburan musik dengan penampilan khusus dari The Beatles Mania Indonesia dan juga diramaikan oleh pengisi acara lainnya seperti Teater Coin, Bulldog Band, Bejo-Beatbox Jogja dan Violin Pro. Sejak awal dibuka hingga penutupan acara berlangsung dengan sangat meriah. Para pengunjung merasa sangat terhibur dan memberikan apresiasi yang positif untuk penyelenggaraan acara ini.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply