Yan Syafri : Tidak Ada Manusia yang Bodoh, Perbedaannya Hanya Manusia yang Malas dan Tekun Belajar
Setiap orangtua di dunia ini pasti menginginkan anak-anak nya menjadi seseorang yang lebih baik dari mereka. Perjuangan orangtua memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya tidaklah mudah, terkadang mereka bersusah payah untuk melihat sang anak meraih kesuksesan. Hal itulah yang diinginkan orangtua Yan Syafri, orangtua Yan Syafri sangat menginginkan ia melebihi mereka. Dari situlah tertanam semangat Yan untuk menjadi orang sukses agar bisa mencapai keinginan dari orangtua nya dan menjadi motivasi tersendiri baginya.
Yan Syafri, pria kelahiran Tanjung Enim, 21 Januari 1971 merupakan anak tertua dari tiga bersaudara. Pria yang disapa sebagai Yan ini berasal dari keluarga sederhana. Ibunya adalah seorang guru dan ayahnya adalah seorang buruh di salah satu perusahaan batubara ditempat asalnya. Yan berbagi tentang pengalaman hidupnya sejak masa kecil hingga saat ini ia menjadi Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu. Lahir dan besar di Palembang, kecerdasan Yan telah terlihat dari kecil, bersekolah di SDN 1 Tanjung Enim, dari sejak SD ia mengajari siswa-siswa lain untuk membaca karena Yan sudah lancar membaca saat ia menduduki kelas 2 SD. Yan melanjutkan jenjang pendidikannya di SMP 1 Tanjung Enim dan setelah lulus dia langsung melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Muara Enim.
Setelah lulus SMA, ibunya meminta Yan untuk kuliah di Palembang, akhirnya Yan mengikuti kata Ibunya namun saat ujian UMPTN ia tidak belajar dengan sepenuh hati sehingga ia tidak lolos. Karena sejak SMA memang ia berniat untuk melanjutkan kuliahnya di Jawa. Yan termotivasi mengingat kata-kata dari almarhum kakeknya yang mengatakan “Kalau kamu mau jadi orang sukses pergilah ke jawa dan timbalah ilmu disana”. Walaupun ibunya tidak menyetujui, dengan motivasi dari almarhum kakeknya, Yan memutuskan untuk merantau ke Jawa. Yan memilih Jogja untuk meneruskan kuliahnya karena setelah ia membandingkan dengan kota-kota lain, Jogja dianggapnya sebagai kota yang paling cocok untuk menuntut ilmu. Dengan bekal uang tabungan yang ia kumpulkan dari beasiswa yang didapat dulu semasa SMA, ia berangkat menuju Jogja dan Yan memilih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) pada Progam Studi Manajemen sebagai tempatnya menimba ilmu.
Semasa kuliah Yan tidak hanya pintar di bidang akademik namun ia juga aktif sebagai anggota dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Senat dan organisasi-organisasi lainnya. Yan ingin mencari sesuatu yang dapat dibanggakan, sehingga ketika lulus nanti ia tidak hanya membawa ijazah namun ia ingin memiliki segudang pengalaman untuk bekal mencari kerja nya kelak. Sehingga, Yan pun berusaha untuk menyeimbangkan antara dunia akademis dan non akademisnya. Menurut Yan, di bangku perkuliahan kita mempelajari hardskill. Jika di organisasi mengajari kita untuk mengasah softskill, belajar bermusyawarah, dan belajar kemampuan manajemen. Sehingga kita memang membutuhkan keduanya agar dapat balance. Menurutnya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan non-akademis yang ada di kampus akan memberikan banyak manfaat di dunia kerja nantinya. ”Jika hanya kuliah hanya dapat membaca yang ada di buku jadi cuma tau teorinya saja. Jika ikut organisasi, dapat dipraktekkan dan merealisasikan teori yang ada di buku. Jadi dapat mengasah softskill yang kita miliki”, tuturnya.
Lulus dengan gelar cumlaude, setelah itu ia sempat bergabung di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ia membantu dosen untuk project pelatihan untuk usaha rumahan. Yan mengajari mereka untuk membuat pembukuan sederhana. Hampir setahun ia jalani, setelah project-nya berakhir, ia mengikuti tes untuk menjadi dosen, sejak kecil memang Yan menginginkan untuk menjadi Dosen dan menetap di Jogja. Namun takdir berkata lain, setelah 3 kali mengikuti tes, Yan tidak lolos. Ia pun berpikir bahwa menjadi dosen bukanlah jalan hidupnya. Lalu ia pun memberanikan diri untuk mengikuti tes melamar pekerjaan di berbagai perusahaan. Awalnya ia diterima kerja di BPD Jateng, namun setelah pendidikan 3 bulan, akhirnya ia memutuskan untuk keluar. Ia merasa tidak cocok dengan pekerjaan tersebut. Setelah itu Yan mengikuti tes di Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Saat itu ia diterima di Departemen Keuangan, menjalani hampir sekitar 6 bulan sebagai calon pegawai. Setelah itu 6 bulan, pengumuman BI yang dinantikan pun keluar. Akhirnya Yan memutuskan untuk menjadi pegawai di Bank Indonesia. Dirinya diangkat sebagai pengawas Bank Junior di Direktorat Pengawasan Bank, Bank Indonesia (BI). Tugas awalnya yaitu melakukan audit di Bank, namun setelah terjadi krisis di tahun 1997 tugas Yan beralih menjadi menutup bank-bank . Kemudian pada tahun 2010, Yan diangkat menjadi pengawas bank senior di Bank Indonesia sampai dengan 2012. Dan di akhir tahun 2012 Yan dipindah tugaskan ke Surabaya menjabat sebagai kepala bagian pengawasan sampai akhir tahun 2013. Setelah itu di akhir 2013 Yan dipindah tugaskan ke Otoritas Jasa Keungan (OJK) dan menjabat sebagai Deputi Direktur Pengawasan Bank di OJK Surabaya sampai tahun 2015. Dan pada 2015 tepatnya bulan agustus, Yan ditugaskan di Bengkulu menjabat sebagai Kepala OJK Bengkulu sampai sekarang.
Dari semua kesuksesan yang telah diraih Yan, tentu tidak didapatnya secara instan. Perlu waktu yang panjang dan belajar dengan tekun untuk mencapai semua itu. “Tidak ada manusia di dunia ini yang bodoh, yang membedakannya hanya manusia yang malas dan tekun belajar” tutupnya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!