,

Pentingnya Public Speaking bagi Mahasiswa

Berbicara didepan khalayak adalah kegiatan yang sering ditemui di dunia perkuliahan. Namun, seringkali menemui banyak mahasiswa atau orang-orang disekitar kita yang belum lihai dan belum mengetahui bagaimana tata cara menjadi pembicara yang baik dan menarik. Bahkan mungkin kita merasakan hal tersebut pada diri kita sendiri.  Dalam berbicara didepan umum kita harus bisa menyesuaikan diri dengan audiences. Oleh karena itu, panitia dari acara kegiatan Manifest mengadakan acara seminar “Be an Inclusive Speaker” yang dilaksanakan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia pada tanggal 9 April 2019 tepatnya di Aula Utara gedung Ace Partadireja.

Seminar ini membahas tentang bagaimana cara menjadi pembicara dengan tata cara yang baik. Selain itu, acara ini juga membahas tentang bagaimana cara menjadi pembicara dengan memahami sudut pandang orang lain, berpikir inklusif, dan memposisikan diri sebagai audience. Beberapa ahli yang menjadi pembicara pada acara tersebut adalah Stefanus Firman Adi Saputra yang merupakan presenter dari Redjo Buntung Radio Announcer dan RBTV. Pembicara kedua yaitu Alit Jevi Prabangkoro yang kerap disapa “Alit Jabang Bayi” merupakan Master of Ceremony berpengalaman yang sering mengisi acara-acara di Kota Yogyakarta. Acara ini dibuka oleh Bapak Jaka Sriyana SE.,M.Si.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Pembicara pada sesi pertama diisi oleh Firman Putra, beliau mengatakan bahwa terdapat dua alasan mengapa generasi muda harus kuliah. Alasan pertama adalah kuliah sebagai modal awal pijakan masa depan. Lalu yang kedua, untuk memasuki dunia kerja serta bermasyarakat. Kedua alasan ini berhubungan dengan mengapa generasi muda harus memiliki ilmu untuk berbicara di depan umum. Beliau menjelaskan makna dari kata ‘inklusif’ yang secara singkat berarti berusaha berbicara di depan umum menggunakan sudut pandang dari penonton, karena dalam berbicara  harus bisa menyesuaikan peran terhadap lawan bicara. Ia juga menjelaskan mengenai ‘Grooming Communication’ yang berarti penampilan seseorang yang terjaga dan selalu rapi secara keseluruhan, dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Di akhir sesinya, ia mengatakan kalimat motivasi yang isinya, “Ada satu hal yang tidak dapat ditoleransi, yaitu waktu.” Maka dari itu kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

Kemudian pembicara sesi kedua diisi oleh Alit Jabang Bayi, beliau menyampaikan bahwa sebelum berbicara di depan umum, pembicara harus memahami dengan baik apa yang terjadi di masa kini, sesuai dengan tema yang akan disampaikan. Lalu, beliau juga memberikan tips bagaimana cara pembicara mengatasi kejenuhan audiences dengan menerapkan Ice Breaking sederhana. Ia juga mengatakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berbicara di depan umum. Alit juga berpesan bahwa menjadi pembicara harus tampil total dan tidak boleh terlalu spesifik dalam mendeskripsikan sesuatu karena hal tersebut dapat membuat audiences jenuh. Kita juga dapat menggunakan teknik “Tiru dan modifikasi” dengan cara mencari inspirasi melalui sosial media, namun kita tetap harus memodifikasi gaya tersebut agar kita memiliki ciri khas. Dalam menyampaikan candaan, tidak boleh menyinggung perasaan dengan salah satunya tidak membahas fisik. Penyampaian candaan sebaiknya harus mengetahui lawan bicara agar candaan dapat tersampaikan dengan baik. Di akhir sesi, Alit menambahkan prinsip ‘eat before show’ untuk menjaga kesehatan kita sebagai pembicara. Acara ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan yang diserahkan oleh Bapak Bagus Panuntun, SE., MBA selaku dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (NRL/ABD).