,

Tantangan Baru Profesi Akuntan di Era Ekonomi Digital

Tantangan Baru Profesi Akuntan di Era Ekonomi Digital - Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII

Teknologi yang saat ini terjadi di seluruh dunia tidak bisa terlepas dari kepentingan politik masing-masing negara. Dengan kondisi seperti ini sangat perlu dipahami  bagaimana politik ini akan mempengaruhi kehidupan ekonomi dan bisnis.

Inilah yang menjadi topik perbincangan pada kuliah umum yang digelar oleh Program Studi Akuntansi,Fakultas Ekonomi UII (FE UII) Kamis (19/12) yang bertajuk “Peran Profesi Akuntansi  dalam Pembangunan Ekonomi Digital”. Acara ini berlangsung di Aula Utara FE UII dan menghadirkan beberapa pembicara yakni Roseno Aji Affandi, Dosen Universitas Bina Nusantara, Yusuf “shembah” Hadi, shareholder and CEO at Republik Digital (REDI Group-holding) dan Cahyo Priyatno, Praktisi Bisnis Digital.

Yang harus dipahami pada kondisi saat ini adalah ketergantungan masyarakat terhadap akses internet untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya, seperti untuk kepentingan pendidikan, pembayaran bahkan perjalanan atau transportasi. Begitu juga dengan bisnis yang saat ini tengah marak menggunakan berbagi aplikasi seperti melalui whatsApp, LINE, e-commerce dan masih banyak yang lain. 

Hal tersebut merupakan suatu perubahan serta adaptasi yang semakin berkembang, sehingga perilaku masyarakat juga akan berubah maka muncul yang disebut era milenial.

“Perubahan secara behavior akan merubah pola bisnis dari berbagai macam hal. Sehingga pola bisnis yang dihadapi akan berganti menyesuaikan permintaan masyarakat yang berubah sangat signifikan,” pungkas Roseno Aji Affandi.

Roseno Aji Affandi mengungkapkan berdasarkan penelitian yang dilakukan McKinsey Global Institute, ada sekitar 400 perusahaan besar di dunia yang sudah menginvestasikan dalam 19 industri yang berkaitan dengan bisnis teknologi data yang saat ini sudah menggunakan AI (Artificial Intelligence) dan IoT (Internet of Things).

Selanjutnya sekitar 23 juta jenis pekerjaan di Indonesia diprediksi akan hilang pada tahun 2030 karena adanya revolusi big data. Namun secara bersamaan akan ada sekitar 27-46 juta  jenis pekerjaan baru yang muncul.

Roseno Aji juga menambahkan bahwa “Masa depan industri akan berbasis IoT karena lebih murah lebih efektif dan efisien, hal ini telah dibuktikan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika. Selain itu dengan menggunakan IoT perusahaan akan lebih mudah di kontrol.”

Industri kedepan adalah berbentuk smart factory begitupun dengan produknya. Sehingga yang menjadi persaingan ke depan adalah business model competition dan bukan lagi pada product competition.

Implikasi dari berkembangnya IoT ini ada dua aspek yaitu pada bidang sosial politik serta bisnis dan ekonomi.

“Munculnya smart city, e-government merupakan pekerjaan-pekerjaan yang erat dengan transparansi sangat berkaitan dengan seorang akuntan, salah satunya bagaimana membuat sebuah sistem yang berkaitan dengan akuntansi biaya.  Selain itu juga berkaitan dengan manajemen akuntansi karena pada masa tersebut seorang akuntan akan lebih pada strateginya, dan untuk implementasinya sudah akan terikat oleh IOT,” tutur Roseno Aji.

Senada dengan hal tersebut Cahyo juga menambahkan “Seorang akuntan akan menganalisa transaksi. Pola bisnis digital ini akan menjadikan skema transaksi sedikit berbeda dengan sebelumnya, akan sangat bahaya jika seorang akuntan tidak bisa menganalisa nature dari suatu transaksi. Sehingga diperlukan kemampuan menganalisa yang sangat baik agar seseorang dapat bersaing.” (ERF)