,

Kontribusi Mahasiswa Sebagai Seorang Aktivis

Kontribusi Mahasiswa Sebagai Seorang Aktivis - Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII

Berbicara mengenai aktivis, maka yang terlintas dalam benak kebanyakan orang yaitu mahasiswa yang turun ke jalan dan melakukan demonstrasi.  Lalu bagaimana kegiatan aktivis terkait dengan background keagamaan kita? Demi menjawab beberapa pertanyaan tersebut, dalam kegiatan SemaTalk 5.0 (Semata Talkshow) ini mengangkat tema “Mengenal Lebih Dekat: Aktivis Muslim” yang dibersamai oleh Muhammad Nabil, seorang Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia pada Sabtu, (19/9).

“Aktivisme yang sesungguhnya ialah aktivisme yang tak hanya dibicarakan, tapi dikerjakan,” tutur Nabil. Aktivisme juga memiliki banyak jenisnya, seperti aktivis dakwah, aktivis lingkungan, aktivis sosial, aktivis mahasiswa, dan berbagai macam lainnya. 

Ia juga menuturkan bahwa UII memiliki tokoh aktivis terkenal, yaitu Mahfud MD yang memiliki gagasan-gagasan luar biasa demi kemajuan Indonesia. “Banyak cara untuk bisa berkontribusi bagi bangsa dan kampus. Tidak harus turun ke jalan. Kegiatan tersebut bisa diganti dengan mengikuti konferensi, pengabdian masyarakat, ataupun mengajar di desa-desa terpencil demi kemajuan pendidikan,” ungkap Nabil.

Ketua LEM FBE UII ini juga mengingatkan kepada para mahasiswa baru, “Terserah almamater biru UII digunakan untuk apa. Tidak semuanya harus turun ke jalan. Tidak semuanya harus orasi. Juga tidak semuanya harus berpikir mengenai politik. Semua memiliki passion-nya masing-masing. Hal yang terpenting adalah dapat berkolaborasi sehingga tujuan dapat tercapai”.

“Terkait dengan aktivis muslim, mereka akan lebih berpihak pada nilai, ide, dan gagasan Islam yang dilandasi dengan Al-Qur’an dan hadis. Sebagai contohnya yaitu Pangeran Diponegoro dan Dewi Sartika,” jelas Nabil.

“Dahulu di pulau Jawa tersebar gerakan pembaruan Islam. Mereka melakukan muktamar sejak perang dunia pertama. Sejak itu mereka sadar bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat buruk. Untuk itu mereka bertekad untuk membangun pendidikan yang baik. Singkat cerita, berdirilah Sekolah Tinggi Islam pada 27 Rajab 1364 Hijriah atau 8 Juli 1945 yang mana sekarang telah berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia. Tidak hanya sampai disitu, dahulunya UII memiliki dua lembaga kemahasiswaan yaitu Senat Mahasiswa Islam dan Himpunan Mahasiswa Islam,” lanjutnya.

Ia berpesan bahwa terdapat nilai-nilai yang harus dimiliki oleh kita sebagai aktivis muslim, yaitu menjadi insan Ulil Albab yang memiliki sifat Mu’abid (tekun beribadah), Mujahid (semangat dalam menebarkan kebaikan), Mujtahid (mampu menghasilkan gagasan), Mujadid (memperbarui lingkungan sekitar).

“Jadi temen-temen, kita tidak berguna apabila dalam kehidupan ini hanya memikirkan diri sendiri. Kita harus mulai memikirkan lingkungan sekitar, masa depan agama, dan dunia. Singkirkan kebodohan yang menjadikan kita buta atas masalah sekitar, tuli karena tidak mau ber-tabayyun, dan bisu karena tidak mau menyampaikan mana yang haq dan mana yang batil,” tutup Nabil dalam SemataTalk 5.0 ini. (AMA)