,

Peluang dan Tantangan FinTech Syariah di Indonesia

Capture biz43 - Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII

Teknologi di dunia saat ini berkembang dengan sangat cepat. Pada masa Revolusi Industri 4.0., banyak jenis perkembangan teknologi yang akan atau bahkan sudah mulai terjadi, termasuk di bidang keuangan atau perbankan. Salah satu yang sering dibahas yaitu, Financial Technology atau Fintech yang merupakan perkembangan teknologi di bidang perbankan. Menanggapi hal itu, Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema “Peluang dan Tantangan FinTech Syariah di Indonesia” secara daring pada hari Selasa (26/4). Webinar tersebut diisi oleh dua pemateri, yaitu, Ronald Yusuf Wijaya selaku Ketua Umum Asosiasi FinTech Syariah Indonesia (AFSI) dan Rifqi Muhammad S.E., S.H., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Akuntansi FBE UII dan peneliti FinTech syariah.

“Dunia bisnis di bidang keuangan merupakan bidang yang perkembangannya sangat cepat. Dengan adanya webinar ini, harapannya kita memperoleh informasi terkait respon ekonomi Islam terhadap perkembangan FinTech saat ini,” ujar Dr. Mahmudi, S.E., M.Si., Ak., CMA., CA., selaku Ketua Program Studi Akuntansi dalam sambutannya.

Materi pertama disampaikan oleh Ronald. Beliau mengenalkan empat model bisnis FinTech yang kerap digunakan, yaitu, Payment Clearing and Settlement, Inovasi Keuangan Digital (IKD), Peer to Peer Lending, dan Securities Crowdfunding. “Perkembangan Fintech di Indonesia cukup meyakinkan, khususnya pada variasi peer to peer lending yang bahkan per desember 2021 sudah tercatat ada 710.000 investor yang ikut andil, baik individual atau institution dan penyaluran FinTech peer to peer lending yang resmi tercatat sudah mencapai angka 270 triliun,” jelas Ronald.

Perkembangan FinTech di sektor syariah pun dijelaskan oleh Rifqi pada sesi kedua. Beliau menjelaskan secara mendalam terkait peluang dan tantangan dari adanya FinTech di sektor syariah. Risiko-risiko dari adanya FinTech syariah seperti, risiko hukum, stratejik, kepatuhan, dan reputasi perlu diatur oleh manajemen risiko. “Tingkat bagi hasil antara investor dan pelaku serta tata kelola yang buruk dari FinTech syariah bisa memungkinkan adanya kegagalan,” ujar Rifqi. 

Webinar ditutup dengan imbauan kedua pemateri untuk ikut serta berpartisipasi dalam mendorong potensi ekonomi Indonesia melalui pemanfaatan Financial Technology syariah. Perkembangan ekosistem ekonomi Islam dimulai dari diri kita masing-masing. Ronald juga menambahkan, “Bentuk partisipasi itu banyak sekali bentuknya, bisa jadi tender, borrower, dan lain-lain agar momentum yang kita punya benar-benar bisa kita utilisasi.” (MZH/SMM)