,

“Syarah Konstitusi” Ngaji Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945

Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia mengadakan kolaborasi dengan Jimly School of Law Government (JSLG) dalam webinar Syarah Konstitusi “Ngaji Pasal Pasal” pada Jumat (27/5). Pada seri ke-52 yang membawa judul “Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Ngaji Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945”.

Dalam webinar tersebut diisi dengan sambutan dari Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi FBE UII, Drs. Agus Widarjono, MA., Ph.D. Agus mengatakan bahwa diciptakannya Pasal 33 di dalam undang-undang negara dilatarbelakangi oleh pengalaman para pendiri negara yang merasa dirugikan oleh para penjajah pada saat itu. “Pasal 33 ini sebenarnya diciptakan oleh para pendiri bangsa kita yang sebelumnya merasa dikapitalismekan oleh para penjajah yang pada saat itu mereka hanya ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya,” ujarnya.

Selain dihadiri oleh Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi FBE UII, webinar ini juga menghadirkan narasumber Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Menurutnya, konstitusi di negara Indonesia berasal dari campuran antara negara-negara barat dan negara-negara timur. “Konstitusi kita ini berasal dari meminjam hal-hal yang kala itu para pendiri bangsa anggap baik, yang berasal dari barat maupun dari timur,” ungkapnya.

Prof. Dr. Jimly mengemukakan pendapat bahwa menurutnya yang lebih tepat, Indonesia merupakan negara social welfare state bukanlah negara welfare state. “Jadi, ini merupakan gabungan dari pemikiran barat dan timur. Itulah Indonesia, itulah Pancasila. Jadi, tidak sekedar welfare state tetapi social welfare state atau yang disebut negara kesejahteraan sosial,” tuturnya menegaskan.

Di tengah pemaparannya, ia selalu mengingatkan betapa pentingnya bagi kita untuk mengkaji ulang bagaimana ekonomi diatur dan dikendalikan oleh konstitusi. “Ekonomi itu yang mengendalikan konstitusi dan mengendalikan negara, bukan sebaliknya,” tuturnya kembali.

Prof. Dr. Jimly turut menyampaikan harapan besar kepada masyarakat bahwa kesadaran pengimplementasian haluan ekonomi konstitusional perlu diperluas. Beliau juga menanggapi salah satu pernyataan dari Drs. Agus Widarjono selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, “Betul yang disebut Pak Agus, bahwa semua pemerintahan belum ada yang mewujudkan impian konstitusional ini di dalam praktik, melainkan hanya di pidato saja,” ujarnya membenarkan pernyataan tersebut.

Sebelum mengakhiri sesi webinar, ia menarik kesimpulan terkait materi yang telah disampaikan pada acara tersebut. “Nah, inilah bagaimana kita mengelaborasikan prinsip efisiensi berkeadilan ini di dalam praktik kebijakan pembangunan. Dan haruslah berubah cara pandang kita bagaimana kinerja ekonomi ini,” pungkasnya di akhir. (MID/DM)