,

Prodi Akuntansi Bersama PT. Grant Thornton Indonesia Membahas Peluang Dan Tantangan Carbon Tax


Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Islam Indonesia (FBE UII) bekerja sama dengan PT Grant Thornton Indonesia untuk menyelanggarakan kuliah praktisi daring melalui platform Zoom bertemakan “Carbon Tax: Peluang dan Tantangan Implementasinya” pada Sabtu (23/9). Acara ini mendatangkan Diduk Yurnanto yang merupakan Senior Tax Manager Grant Thornton Indonesia sebagai pemateri. Kuliah praktisi dihadiri oleh Mahasiswa S1, S2, dan Sarjana Terapan (D4) Program Studi Akuntansi FBE UII. 

Dekar Urumsah, Ph.D., CFrA selaku Ketua Jurusan Akuntansi memberikan sambutan hangat pada pembukaan kuliah praktisi tersebut. ”Bicara tentang pajak memang sesuatu hal yang menarik, karena umumnya para wajib pajak selalu berusaha untuk menghindari atau mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan ke negara,” tutur Dekar di tengah sambutan nya. “Diharapkan kita bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari adanya kuliah praktisi ini,” lanjutnya menambahkan.

Carbon tax (pajak karbon) seringkali dikaitkan dengan isu perubahan iklim dan kualitas udara yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat di Indonesia. Pajak karbon merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk memitigasi peningkatan emisi karbon yang ada di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang sedang dialami negara kita saat ini menyebabkan trade off, dimana produksi karbon atau CO2 mengalami peningkatan. Dengan demikian, adanya Carbon Tax diharapkan dapat menjadi salah satu strategi untuk Indonesia mencapai net zero emission pada tahun 2050.

“Pemerintah indonesia menyediakan paket kebijakan komprehensif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui dua instrumen, yang pertama melalui instrumen perdagangan dan instrumen non-perdagangan,” jelas Diduk. “Selain itu, implementasi pajak karbon akan diselaraskan sesuai dengan mekanisme perdagangan karbon,” lanjutnya. Diduk juga mengutarakan terdapat beberapa tujuan dari adanya pajak karbon, di antaranya yaitu mengubah perilaku pelaku usaha agar dapat beralih ke sistem ekonomi hijau yang ramah lingkungan, mendukung penurunan emisi, serta mendorong inovasi dan investasi pelaku usaha ke ekonomi hijau. 

Sayangnya, Indonesia masih menunda penerapan pajak karbon hingga tahun 2025 dikarenakan negara ini masih melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Diduk juga menjabarkan beberapa alasan lainnya mengenai penundaan implementasi carbon tax di indonesia, seperti menunggu kesiapan pasar karbon, pematangan peraturan pendukung penerapan pajak karbon (PMK), dan harga energi yang masih tinggi. Hal-hal tersebut menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk mengimplementasikan pajak karbon.

Di akhir sesi kuliah praktisi, Diduk memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan, dan direspon positif oleh Mahasiswa Sarjana serta Magister Program Studi Akuntansi.

(DZAD)