Pandemi Covid-19 dan Klasterisasi Perilaku Berbelanja Adaptif Konsumen Indonesia

Oleh: Arif Hartono, Dosen Jurusan Manajemen, FBE UII

Untitled 2 - Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII

Munculnya bencana global dalam bentuk pandemi Covid-19, disadari atau tidak telah banyak merubah perilaku kita sebagai konsumen dalam banyak hal. Salah satunya adalah perilaku berbelanja kita. Peritail online seperti Amazon mendulang keuntungan luar biasa seiring dengan melonjaknya transaksi belanja online selama pandemi. Hal tersebut secara jelas menandai banyaknya konsumen yang melakukan atau beralih berbelanja online selama pandemi.

Namun dalam penelitian empiris, sampai dengan saat ini masih memiliki wawasan yang terbatas tentang pengaruh Covid-19 terhadap klasterisasi konsumen berdasarkan perilaku dan sikap konsumen dalam melakukan adaptasi belanja. Sehingga pertanyaan tentang “bagaimana dan siapa” konsumen Indonesia dalam melakukan adaptasi berbelanja selama pandemi Covid-19 belum dapat terjawab.

Untuk itu tulisan ini mengupas secara singkat hasil studi empiris yang dilakukan oleh dosen gugus pemasaran, Prodi Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia terhadap 465 konsumen Indonesia. Penelitian tersebut juga diyakini bahwa perilaku dan sikap konsumen dalam melakukan adaptasi belanja selama pandemi bersifat multidimensi sehingga diyakini akan muncul keragaman pada perilaku dan sikap konsumen dalam melakukan adaptasi belanja. Selain kontribusi pengayaan literatur, implikasi penting dari penelitian tersebut adalah kontribusi practical insights yang dapat dimanfaatkan oleh pemain bisnis retail agar dapat memahami profil dari segmen-segmen konsumen mereka di masa pandemi yang mungkin berbeda atau bergeser perilaku dan sikapnya.

Agar dapat menjawab pertanyaan “bagaimana perilaku dan sikap adaptif konsumen dalam berbelanja” selama pandemi dan “siapakah sebenarnya mereka”, maka perlu ditentukan beberapa faktor untuk mengidentifikasi mereka. Faktor-faktor tersebut lazim dilakukan oleh konsumen di masa sulit misalnya ketika terjadi resesi ekonomi. Panic buying, yaitu konsumen yang memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi sehingga mendorong mereka untuk memborong dan menumpuk stok bahan makanan selama pandemi. Reduce and shift consumption, yaitu respon konsumen dalam melakukan penghematan dengan cara mengurangi belanja produk non-essentials dan beralih membeli produk yang lebih murah selama terjadinya pandemi. Price sensitive, yaitu cara beradaptasi yang dilakukan oleh konsumen dengan mengedepankan pembelian produk murah untuk berhemat. Shifting on e-grocery shopping, yaitu cara konsumen untuk menghindari penularan Covid-19 dengan banyak melakukan belanja secara online selama pandemi. Health consciousness, yaitu sikap konsumen terhadap kepedulian yang kuat terhadap isu kesehatan selama terjadinya pandemi. Willingness to donate, yaitu sikap kepedulian konsumen terhadap sesama terutama pada korban yang terdampak Covid-19 sehingga mendorong konsumen untuk membantu dengan mendonasikan uang mereka. 

Klaster 1 Rational, Health and Social Conscious Adapters

Jumlah konsumen yang dapat diklasifikasikan dalam klaster ini sebanyak 104 atau 22.37% dari total responden. Konsumen dalam klaster ini cenderung bersikap rasional dalam berbelanja dengan mengalokasikan pada keperluan yang penting atau melakukan adaptasi terhadap prioritas kebutuhan. Selain itu mereka juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama terutama dalam hal kesehatan yang diwujudkan dengan keinginan untuk mendonasikan uang guna membantu korban terdampak pandemi. Berdasarkan sisi kemampuan ekonomi, mayoritas mereka berasal dari konsumen dengan pendapatan maksimal 10 juta atau kurang per bulannya atau dari kalangan menengah ke bawah. Sehingga tidak mengherankan jika pilihan adaptasi yang digunakan adalah dengan menjadi konsumen yang rasional.

Klaster 2 Non-Panic, Young, and All-Around Adapters

Konsumen dalam klaster ini memiliki proporsi jumlah konsumen terendah, sekitar 13.12% atau 61 konsumen. Kelompok konsumen tersebut didominasi oleh konsumen muda dengan umur maksimal 50 tahun dengan jumlah prosentase 67%. Keunikan dari klaster ini adalah konsumen menggunakan hampir semua faktor adaptasi di masa pandemi kecuali panic buying

Klaster 3 Wealthy, Young, and Non-Price Adapters

Konsumen dalam kelompok ini berjumlah sekitar 103 orang atau sekitar 22.15% dari total responden. Kelompok ini di dominasi oleh konsumen muda (maksimal 50 tahun) dengan penghasilan minimal 11 juta atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan mereka berasal dari keluarga mampu. Sehingga tidak mengherankan jika latar belakang ekonomi tidak membuat mereka menjadi konsumen yang sensitif terhadap harga.  

Klaster 4 Minimum Adapters

Kelompok konsumen keempat merupakan kelompok paling berbeda diantara yang lain karena cenderung tidak mengimplementasikan semua variabel adaptasi. Kelompok ini terdiri dari 81 konsumen atau sekitar 17.42% dari total responden. Sekitar 52% dari kelompok ini berasal dari kelompok ekonomi bawah.

Klaster 5 Thrifty, Health, and Social Conscious Adapters

Kelompok terakhir memiliki jumlah konsumen terbesar yaitu hampir 25% atau 116 konsumen. Kelompok ini memiliki sikap dan perilaku berhemat dengan cara mengurangi konsumsi yang tidak menjadi prioritas, beralih konsumsi, dan sensitif terhadap harga. Namun di sisi lain kelompok ini sangat menjaga dan peduli terhadap kesehatan dan melakukan donasi meskipun mereka berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Implikasi Bagi Peritail

Pelajaran penting bagi peritail tentang informasi kelima profil atau segmen konsumen yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi peritail. Pertama, dua kelompok segmen atau klaster yang memiliki perilaku dan sikap rasional dan berhemat memberikan peluang adanya bisnis penjualan barang-barang murah atau terjangkau. Contoh bisnis ini adalah toko “Poundland” yang tersebar di banyak kota di negara Inggris. Toko tersebut menjual barang-barang keperluan sehari-hari dengan harga yang sangat terjangkau yaitu 1 poundsterling. Kedua, kelompok segmen atau klaster yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan dan sosial juga memberikan peluang bagi peritail. Misal, penawaran produk-produk kesehatan yang banyak dicari oleh konsumen selama pandemi. Sebagai bentuk kepedulian kepada konsumen, pemain bisnis ritail juga dapat menjadi sponsor dari berbagai kegiatan amal dan sosial selama pandemi untuk meningkatkan citra perusahaan. Ketiga, kelompok segmen atau klaster konsumen muda yang banyak beralih berbelanja produk secara online dapat difasilitasi sarana belanja online yang lebih beragam dan memudahkan konsumen. Terakhir adalah bagaimana dengan Anda, termasuk segmen manakah Anda?