,

Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Menuju Fase ‘New Normal’

Quo Vadis Indonesia Percepatan Ekonomi dimasa Pandemi 1 - Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII

Permasalahan  yang terjadi di masa sekarang menyebabkan krisis pendapatan ekonomi yang dialami Indonesia dan beberapa negara lain yang disebabkan oleh  Covid-19. Penurunan pertumbuhan ekonomi secara drastis sudah terjadi sebelum munculnya Covid-19, yaitu pada krisis tahun 1997-1998 dimana fundamental ekonomi telah mengalami keterpurukan. Hal ini mendorong LEM FBE UII bersama dengan Departemen Jaringan dan Advokasi untuk memberikan fasilitas berbagi ilmu di masa pandemi melalui webinar diskusi ekonomi bertajuk “Peluang Percepatan Ekonomi di Masa Pandemi”, Selasa (16/06). 

Listya Endang Artiani S.E., M.Si menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global berdasarkan asumsi yang mendasari proyeksi ekonomi, diperkirakan lebih rendah dari asumsi sebelumnya, yaitu menjadi -2,2% pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2021. Harga minyak Minas rata-rata USD 31 per barel dan Harga Komoditas Ekspor Indonesia (HKEI) turun -14,2%, sebelumnya meningkat sebesar 12,9% pada tahun 2021. Sementara itu, suku bunga bank sentral, The Fed AS diperkirakan tetap 0,25% pada tahun 2020 dan 2021. 

Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah diasumsikan mencakup sekitar 70% dari perekonomian nasional dengan puncaknya selama 2,5 bulan selama bulan April hingga pertengahan Juni 2020. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi di berbagai sektor ekonomi. 

Berdasarkan prospek PDB (Produk Domestik Bruto) 2020, perekonomian akan berisiko lebih rendah 2,3% dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi diusahakan dapat sekitar 2,3% pada tahun 2020 dengan respons kebijakan, meskipun berisiko lebih rendah dari perkiraan. Dampak Covid-19 mengakibatkan rendahnya pertumbuhan konsumsi swasta dan investasi, serta kontraksi pada ekspor dan impor. Sementara itu, stimulus fiskal dapat mendorong konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif terkendali dengan penurunan konsumsi dan investasi akibat Covid-19. Ekspektasi inflasi juga terjaga dengan kredibilitas kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Terkendalinya inflasi juga didorong oleh koordinasi kebijakan BI dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) di pusat dan daerah. 

PDB akan kembali meningkat tinggi pada 2021 berkisar  6-7%. Pertumbuhan ekonomi 2021 akan meningkat tinggi dengan peningkatan ekonomi global dan respons kebijakan. Kenaikan pertumbuhan ini juga didukung oleh sejumlah faktor, antara lain peningkatan ekonomi global mendorong ekspor Indonesia, besarnya stimulus fiskal pemerintah, kemajuan dari program pemulihan ekonomi nasional pemerintah, program restrukturisasi kredit dan kebijakan lainnya oleh Otoritas Jasa Keuangan, serta dampak tunda ekspansi moneter BI tahun 2020  untuk dukungan pemulihan ekonomi dari Covid-19. 

“Kita punya harapan dalam era new normal ini agar tatanan ekonomi yang sebenarnya sudah harus kita lakukan percepatan, diantaranya investasi di beberapa sektor ekonomi yang masih memiliki potential winner,” ujar ibu Listya Endang Artiani S.E., M.Si. Beliau memberikan beberapa rekomendasi jenis investasi yang menguntungkan di masa pandemi ini antara lain, jasa logistik, jasa telekomunikasi, elektronik, makanan, minuman, kimia farmasi dan alat kesehatan, serta produk tekstil.

Pada masa berjauhan seperti ini, semua kegiatan bergantung dengan kecanggihan teknologi. Diantaranya peternak yang menjual hasil ternaknya melalui online hingga belajar dan bekerja dari rumah saja. Industri masa depan global berbasis informasi, telekomunikasi, dan teknologi. Bahkan bank swasta di Indonesia mulai melakukan restrukturisasi kredit hingga mendorong nasabah melakukan transaksi via digital. Namun, kondisi bank swasta masih tergolong aman karena BI telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) agar likuiditas tetap terjaga. (MSD/NAP)