BAMBANG TRI BAROTO | Corporate Secretary Bank BRI

Datang dari tanah Paris Van Java dan singgah di Yogyakarta adalah dia yang bernama Bambang Tri Baroto, atau Bambang sapaan akrabnya. Putra ke-6 dari 9 bersaudara Bapak R. Sumarlan dan Ibu Siti Mariah ini lahir pada 8 Februari 1962 di Bandung dan langsung merintis kisah perjalanan hidupnya di Yogyakarta. Langit sore di sudut Sagan tepatnya belakang SMA 9 Yogyakarta tempat Bambang setiap hari melepas penatnya seusai sekolah, Bambang memulai rangkai pendidikanya di SD Ungaran, Kotabaru. Seperti kebanyakan anak lainya Bambang meneruskan sekolahnya setelah jenjang Sekolah Dasar, ia melanjutkan ke bangku sekolah menengah di SMP 8 Yogyakarta dan melanjutkan ke SMA 4 Karangwaru. Kisah semasa kecil hingga remajanya diisi dengan permainan dan tren pada zamanya dengan kawan seperjuangan tentunya, ditambah lagi ia harus ditinggal oleh ayahnya yang bekerja di luar kota. Tumbuh sebagai pribadi yang mandiri, perjalanan kesuksesanya tidak berjalan mulus seperti yang ia harapkan, seusai lulus SMA ia dipaksa merasakan pahitnya ditolak berkali-kali ketika mendaftar perguruan tinggi, tak ada satupun perguruan tinggi yang didaftarnya menerima usaha Bambang. Jiwa perjuangan yang tak mudah dipatahkan memang sudah melekat dalam dirinya, semangatnya datang dari warisan yang diberikan oleh orang tuanya.

“Sebagai orang tua kita hanya bisa mewariskan pendidikan untukmu, gapailah pendidikan setinggi mungkin”

Warisan berharga dari Bapak dan Ibu Bambang, kata – kata ini mendorong Bambang untuk mengikuti bimbingan demi mengisi waktu luangnya sebelum kembali mendaftar Perguruan Tinggi. Semangat dan usahanya melayangkan perasaan bahagia ketika ia menerima kabar dirinya diterima oleh 3 Perguruan Tinggi bonafit di Yogyakarta. Perguruan Tinggi berkelas UII, UGM, dan IKIP (sekarang UNY) seakan menyapu semua rasa lelahnya perjuangan Bambang dalam mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dunia seolah berada digenggam tanganya, tidak ingin menelantarkan kesempatan emas itu, UGM dan UII dipilihnya dengan jurusan Sosiologi (UGM) dan Ekonomi Perusahaan (UII) yang sekarang berubah nama menjadi Manajemen. Namun di tengah perjalanan ia memutuskan untuk berfokus ke satu Perguruan Tinggi saja, UII dipilihnya dengan peluang karir yang menjanjikan, “Ekonomi lebih mudah dan prospek” pungkasnya.

Tongkat pemukul, helm pelindung, sarung tangan, dan seragam kebanggaan milik Bambang menjadi saksi bisu perjuanganya dalam perjuanganya menorehkan prestasi di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) bidang Softball. Lahan rumput hijau, sorak sorai suporter mungkin menjadi hal yang setiap detik dirindukan oleh Bambang. Saat itu adalah tahun pertamanya menjadi mahasiswa tingkat satu, “Saya memang suka banget olahraga, passion saya olahraga” ucapnya dengan nada bangga. Dua kali menorehkan prestasi dalam ajang PON menjadi kisah yang akan selalu membekas di benak Bambang, “Benar-benar momen yang tak terlupakan” tambahnya. Memiliki karakter yang gigih dan tak mudah menyerah tentu saja tidak didapat oleh Bambang dengan cuma – cuma, ia mendapatkan hal tersebut karena sudah membiasakan diri dengan kompetisi, baginya ia sangat bersyukur telah banyak mengikuti kompetisi untuk bekalnya dalam membangun daya juang. Mengikuti banyak kegiatan di luar kampus menjalin hubungan dengan banyak orang menjadi hal yang digemari oleh Bambang selain olahraga, demi membangun sebuah koneksi yang nanti akan membantunya dalam mencari pekerjaan, semua itu ditempuh dengan jalan yang berbeda tentunya, ada yang dengan menjadi kelompok belajar ada juga yang berperan sebagai teman dikala waktu libur melanda, “Pernah mendaki ke Merbabu dan Merapi walaupun cuma sekedar ikut – ikut sih, jaman dulu main itu hal utama” tuturnya.

Tahun 1987 adalah tahun saat Bambang mengenakan toganya dengan bangga, berdiri di hadapan ratusan bahkan mungkin ribuan manusia saat itu menyambut kelulusan sarjana muda ini. Petualanganya belum selesai masih banyak yang harus dilakukan, masih banyak lahan yang bisa ia jadikan prestasi. Seusai kelulusanya dari UII, Bambang langsung mencari pekerjaan dan didapatinya pekerjaan di sebuah Perusahaan Swasta, namun saat itu menurut Bambang jenjang karir di Perusahaan Swasta tidak menentu. Setelah lamanya dua tahun bekerja sebagai karyawan Perusahaan Swasta, ia mengintip kesempatan lain dengan mendaftar didua Perusahaan Perbankan, BRI dan CIMB dipilihnya saat itu. Dengan prestasinya yang telah diukir selama masa perkuliahan memudahkan Bambang diterima didua perusahaan yang didaftarnya tersebut dengan mudah. Bambang lebih memilih BRI pada akhirnya karena itu pilihan merupakan pilihan pertamanya. Hampir seluruh jabatan pernah diraih oleh Bambang dalam perjalanan karirnya, dimulai dari menjadi Staff, Wakil Kepala Bagian, Kepala Bagian, hingga Wakil Pemimpin Wilayah. Semua pernah dirasakan olehnya, bahkan dalam merintis karirnya ia pernah ditempatkan di enam wilayah yang berbeda di Indonesia antara lain Jakarta, Semarang, Jogja, Padang, Denpasar, dan Bandung tentu dengan jabatan yang berbeda–beda disetiap wilayahnya, “Pas jadi Staff itu di Jakarta, terus jadi Wakil Kepala Bagian di Jogja, jadi Kepala Bagian pas di Padang, terus jadi Wakil Pemimpin Wilayah di Bandung sama di Jakarta” ceritanya. Prestasi ini diraih oleh bambang lantaran dirinya sudah biasa berkompetisi, bersaing di dalam perusahaanpun tak ada bedanya “Saya tidak pernah mengincar jabatan dalam bekerja, yang penting kerja semaksimal mungkin dan menjaga amanah dengan begitu prestasi yang akan mengejar kita bukan sebaliknya” tuturnya. Semua ini juga diraihnya karena ilmu yang telah ia dapat pada saat berkuliah di UII, menurutnya jurusan yang ia ambil sangat relevan dan berkaitan. Menurutnya pengalaman, relasi, dan passion adalah kunci yang harus dipegang untuk adik–adik mahasiswa,

“Hidup sesuai dengan passion masing–masing, hidup harus dinikmati tentu juga semua dilakukan demi Allah SWT” begitulah pesan yang disampaikan oleh Bambang.

YUNITA ANGGRAINI | GM HRD Sambal Layah Corp

Sesuatu yang kita beli sendiri dari hasil keringat kita sendiri akan membuat kebahagian yang jauh lebih besar dari pada dibelikan oleh orangtua kita. Itu lah pesan dari Almahum seorang Ibu pendiri Sambal Layah Corp yaitu Yunita Anggraini. Wanita kelahiran kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah ini adalah salah satu alumni prodi manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) tahun 1988.

Yunita anak terakhir dari lima bersaudara. Ayahnya berprofesi sebagai seorang camat. Profesi ayahnya ini lah yang membuat Yunita berpindah-pindah sekolah, karna harus mengikuti tempat kerja ayahnya. Saat menempuh pendidikan sekolah dasar (SD) Yunita 4 kali harus berpindah sekolah dan sewaktu Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 2 tempat sekolah yang dia rasakan.

Wanita yang sangat menyukai seni ini dari kecil sudah bisa menari dan bermain gitar. Bahkan, sejak SD dia sudah bermain gitar di pentas seni. Dan sewaktu menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yogyakarta, Yunita sering di Undang untuk pentas seni menari. ‘ dulu kita ikut perkusi smp 8, sering di sewa keliling jogja dan dapat bayaran 1500 sekali pentas”- kenangnya sambil tersenyum.

Dengan latar belakang dari keluarga yang bekerja sebagai pegawai beliau berhasil bergelut dibidang wirausaha didukung oleh saudara sepupu beliau yang bernama Wawan. Sepanjang perjalanan menuju ke Klaten itulah beliau mengobrol bersama saudaranya mengenai “sambal layah”. Beliau berpikir akan membuka usaha tanpa membayar biaya franchise dan ingin membuka usaha untuk kalangan masyarakat middle low. Pada tahun 2013, beliau pertama kali mencoba untuk membuka warung di Purwokerto kemudian di Purbalingga setelah itu beliau membuka di Yogyakarta dengan 20 cabang yang ada di Yogyakarta  Beliau merasa dapat berkiprah banyak ketika beliau sudah membuka cabang di Yogyakarta.

Selain bisnis warung makan sambal layah beliau juga memiliki usaha yang bernama “sambal bledek” di Purwokerto yang sudah membuka 8 cabang.  Ada juga bisnis beliau yang bernama “sambal gebyur” yang terdapat di Pekalongan dan Purwokerto, kemudian yang terakhir bisnis beliau yang bernama “Warung Kekinian atau WK” yang sudah terdapat di Pemalang dan Purwokerto. Keluarga beliau  yang didominasi dari pendidikan ilmu Akuntansi dan tidak ada jiwa entrepreneur sedikitpun tetapi mampu memberikan dukungan sehingga dapat memiliki usaha seperti ini.

Beliau berkiprah dibagian HRD sambal layah, beliau mampu menciptakan karyawan yangs sesuai dengan kinerjanya masing – masing. Disinilah menjadi tantangan terbesar beliau ketika dari pihak HRD diminta untuk mencari karyawan dalam kurun waktu 1 bulan di dalam perubahan tim recruitmennya. Selain mengurusi bisnis beliau juga menjadi Trainee Konsultan.

Kunci bisnis itu ketika mengalami fase penurunan maka jangan menghindar dan meninggalkannya. Tetapi mencari cara untuk menaikan bisnis tersebut. Bisnis apapun itu, jika kita serius melakukannya pasti orang akan menangkapnya dengan baik, ungkap beliau. Prinsip beliau dalam berbisnis adalah untuk menyenangkan orang lain, karena produk yang kita ciptakan itu produk yang akan dibutuhkan oleh orang lain.

Salah satu keinginan beliau adalah disetiap bisnis beliau dapat menjadi wadah untuk akhirat. Beliau tetap memberikan nilai keagamaan dalam lingkungan bisnisnya seperti sholat dhuha bersama, pembacaan kultum.

“Janganlah menjadi orang yang terlalu teoritis, mari praktikan ilmu yang kita miliki.”  pesan beliau untuk mahasiswa FE UII agar siap dalam memasuki dunia kerja.

“Kemuliaan tertinggi adalah ketika kita mampu memberikan kemanfaatan  terbanyak bagi umat, jadilah orang yang paling mulia dengan cara memberikan hal yang terbaik bagi orang lain.” pesan beliau.

YULIANTO SETIAWAN | Deputy General Manager PT. Bank Rakyat Indonesia (Pesero) Tbk. Cabang Singapura

Karismatik dan pembawaan tenang, itulah kesan pertama saat bertemu dengan beliau. Yulianto Irawan, Ia merupakan salah satu alumni lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) program studi Akuntansi International Program. Pria kelahiran 2 Juli 1978, Kudus ini, lahir dan besar di Kudus hingga akhirnya merantau ke Yogyakarta untuk mengenyam perkuliahan. Ayahnya sendiri merupakan seorang pegawai instansi terkait di kota Kudus. Dari sosok ayahnya inilah, Iwan sapaan akrabnya, bisa mencapai titik kesuksesan hingga sekarang. Sosok seorang ayah yang keras membuat beliau ingat yang diajarkan ayahnya adalah selalu menanamkan kedisiplinan, dimana kedisiplinan tersebut membawanya pada prestasi-prestasi di sekolah dan ranking disekolah. Prestasi yang didapatnya tersebut selalu diapresiasi ayahnya dengan memberikan reward seperti membelikan buku. Akan tetapi jika beliau melakukan kesalahan akan mendapat punishment, tetapi punishment yan membangun seperti hafalan surat dan pelajaran. Hal tersebut juga beliau terapkan ke anak-anaknya.

Masa kecil beliau tidak jauh beda dengan masa kecil anak lainnya, Kudus sendiri merupakan kota santri dimana setiap sore dihabiskan dengan membaca ayat-ayat alquran bersama anak-anak lain. Ia juga masih mengingat pengalaman yang tidak terlupakan ketika ditugaskan menjadi pembawa bendera, dan saat mengibarkan benderanya terbalik. Tetapi titik balik kehidupan beliau ketika ayahnya meninggal pada saat ia masih duduk dibangku SMA. Beliau berpikir saat itu ibunya sendirian sehingga ia harus sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu karena jika tidak masih terdapat tanggungan kedua adiknya. Karena hal itu ia selalu menargetkan sesuatu secara tepat waktu dan fokus pada pendidikannya karena jika ia tidak lulus tepat waktu maka pendidikan adik-adiknya juga akan terhambat.

Pada zaman kuliah dulu, awalnya ia bercita-cita untuk menjadi arsitek dikarenakan kegemaran menggambar. Tetapi saat ujian UMPTN ternyata tidak lolos, dan dipilihlah UII akuntansi karena saat itu UII merupakan swasta terbaik di Yogyakarta dan UII sendiri adalah kampus bernuansa islami. Beliau sendiri bukan termasuk orang berkegiatan organisasi di kampus, bukan karena ia tidak suka dan tidak mau, akan tetapi ada ketakutan tidak bisa membagi waktu antara organisasi dan Pendidikan. Selain berkutat dengan dunia akademik, kesibukan kuliah dihabiskan dengan menjadi ketua pada event scrabble untuk Jogja dan DIY serta mengurus pojok international program.

Pada tahun Juli 2001 mulai bekerja di BPD D.I. Yogyakarta bagian account officer, selama 7 bulan. Febuari 2002, pindah di BRI Jakarta sebagai calon staf atau saat ini disebut Management training, di BRI ia sudah 16 tahun dan sudah pindah 8 cabang. Sempat 2005 mendapat beasiswa di Australia kemudian balik ke Jakarta bekerja dibagian investor relation divisi corporate secretary BRI. Kemudian dipindahkan ke Semarang sebagai operasional manajer, tidak selang lama dipindahkan kembali ke Kalimantan sebagai pemimpin cabang pembantu, sering dipindah tugas tidak meyurutkan semangat beliau, bahkan karena hal itu yang membawanya untuk membuka cabang BRI di Singapura tahun 2014 sampai saat ini. Awal pendirian banyak terdapat hambatan dan tantangan mulai dari pendirian kantor bank, izin pendirian, hingga ketatnya regulasi pendirian bank di Singapura. Hingga saat ini BRI cabang Singapura berhasil mencapai break event point selama 2 tahun karena adanya kerjasama dan komunikasi dalam tim. “Keluarlah dari zona nyaman dan terimalah tantangan, jangan pernah takut untuk gagal dalam tantangan tersebut tetapi cobalah terus hingga bisa mencapai achievement” pungkasnya dalam harapan untuk penerus bangsa.

 

IMAM TAUFIK | Direktur PT. Mahkota Mutiara

Ramah, ceria, supel menandai ciri khas utama saat seseorang bertemu Imam Taufik. Imam Taufik akrab disapa dengan nama “Opik” termasuk menjadi contoh alumni sukses jebolan Fakultas Ekonomi UII. Opik dahulu menjadi mahasiswa jurusan Manajemen dengan spesifikasi ilmu Manajemen Pemasaran.  Sejak tahun 2006 sampai sekarang, Opik menjabat sebagai Direktur Utama PT. Mahkota Mutiara Makmur. Menjadi pemilik sekaligus pengelola perusahaan rintisan sendiri merupakan prestasi yang dapat kita contoh dari kemandirian Opik.

    Pria kelahiran Cirebon pada 23 September 1973 telah menghabiskan masa kecil sampai jenjang SMA di kota Cirebon, lalu kemudian memutuskan untuk merantau menimba ilmu di Jogja ketika kuliah dan memilih Universitas Islam Indonesia sebagai tujuannya. Bukan tanpa alasan ia memilih Universitas Nasional Tertua ini. Ia mengaku memilih UII dengan pilihan sendiri dan juga merasa senang serta lebih enjoy menjalani hari-hari menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi UII.

    Menempuh studi selama 5 tahun membuat Imam memperoleh banyak pengalaman. Ketika kuliah, Opik bergabung dengan sebuah lembaga di kampus yaitu LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Ekonomika. Opik tercatat sebagai kontributor dalam pembuatan majalah “Perspektif” pada masa itu. Dari kesibukan organisasi kampus, ia bisa menemukan banyak hal, terutama bisa mengasah kepribadiannya dan belajar mengembangkan diri menjadi seseorang yang mandiri, profesional, dan ulet.

    Sosok Imam Taufik tidak seperti kebanyakan alumni FE UII pada umumnya. Jika mayoritas alumni FE UII ingin untuk mendapatkan kesempatan berkarir di pasar modal dan sektor perbankan, hal ini berbeda dengan keinginan Opik. Sejak awal, ia bermimpi menjadi seorang wirausaha. Akan tetapi karena pada saat ia lulus, sekitar tahun 1998, kondisi perekonomian Indonesia sedang dalam masa peralihan dari situasi krisis, sehingga impian Opik sedikit terhambat untuk menjadi wirausaha. Pada akhirnya Opik mencoba peruntungan dengan mendaftarkan diri ke berbagai bank. Namun nasib belum juga memberi kabar baik untuknya. Pria yang gemar membaca buku itu akhirnya memutuskan untuk melanjutkan studi S2 di sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

    Perjalanan hidup Opik tidak lepas dari dukungan dan restu dari kedua orangtuanya. Pada saat ia melanjutkan studi S2 pun orangtuanya sangat berperan dalam menentukan lokasi. Pada awalnya ia diterima untuk melanjutkan studi S2 di Kota Jogja, namun karena orangtuanya tidak mengizinkan, akhirnya ia memilih sebuah perguruan tinggi yang disarankan oleh kedua orangtuanya di Jakarta. Orangtua dari Opik ingin lebih dekat dengan anaknya, mengingat ia sudah pernah merantau di Jogja cukup lama.  Dari sini kita bisa melihat betapa besar kasih sayang dan wujud hormat Opik terhadap kedua orangtuanya, dimana sikap tersebut jarang kita jumpai saat ini. Kalau dalam istilah jawa, Opik termasuk anak yang manut (patuh) kepada perkataan orangtua dan tidak nyeleneh (aneh-aneh).

    Opik dibesarkan dalam lingkungan yang sedang, sederhana, dan agamis. Dari kecil ia sudah dibiasakan oleh orangtuanya untuk pergi ke langgar (semacam mushola) untuk mendapatkan pendidikan keagamaan. Kemudian ketika SMP pernah mengikuti pesantren. Nilai-nilai keagamaan yang ia dapatkan semasa itu dijadikannya prinsip hidup sampai sekarang. Menurut Opik, agama bisa menjadi tempat untuk kontemplasi, instropeksi, sarana penyemangat, dan menumbuhkan pikiran positif.

    Di tengah kesibukan mengelola aktivitas bisnisnya, Opik masih bisa membagi waktunya untuk mengikuti organisasi di luar. Saat ini ia tergabung dalam organisasi HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) di kota Cirebon.  Selain itu ia juga terlibat dalam aktivitas kemasyarakatan. Opik ikut dalam sebuah proyek NU (Nahdatul Ulama) kota Cirebon yaitu pengembangan produk air mineral. Diakhir wawancara ia berpesan kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi UII, “Teruslah belajar dengan baik, kemudian berprestasi, jangan lupa menjalin silaturrahim dengan cara ikut organisasi. Teruslah berpikiran positif untuk selalu kreatif, maju, dan segera lulus menjadi wirausaha. Jangan terlalu bergantung untuk mencari pekerjaan, sebisa mungkin ciptakan lapangan pekerjaan sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar”.

IMAM SUBCHAN | Senior Consultant Bisnis

Menjadi konsultan bisnis adalah hobi saya” jelas Imam Subchan. Bapak dua anak ini merupakan salah satu Alumni Universitas Islam Indonesia Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi tahun 1992. Pria kelahiran Bandung,  24 April 1974 saat ini bertempat tinggal di Solo bersama keluarganya. Imam Subchan sekarang berprofesi sebagai Senior Konsultan Bisnis. Tepat pada hari Sabtu tanggal 9 November 2017, bertemu secara langsung dan berbagi ilmu dengan beliau adalah suatu kesempatan emas bagi kami. Sosok yang sederhana dan ke-bapakan ini sudah menggeluti bidang bisnis sejak duduk dibangku kuliah.

Sejak kecil beliau dilahirkan oleh keluarga yang mendidik dan demokratis. Segala sesuatu kita harus tahu apa yang benar dan harus dilakukan. Ayah beliau yang selalu mendedikasikan waktunya dalam pekerjaan pernah berkata “ tidak boleh mengeluh, tidak boleh mengeluh! Bukan seberapa penting, tetapi seberapa besar yang dapat kita lakukan.”  Kata-kata itulah yang hingga sampai saat ini selalu beliau ingat dan lakukan. Membaca sudah menjadi kebiasaan bagi beliau semenjak Ayahnya memberinya sebuah buku bacaan, Tak heran sejak menduduki sekolah dasar hingga sekolah menengah, beliau merupakan siswa yang berprestasi.

Selepas Sekolah Menengah Atas (SMA), beliau memutuskan untuk berkuliah di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Berawal dari referensi keluarga, berkuliah di Universitas Islam Indonesia merupakan keputusannya sendiri. Menurutnya, Universitas Islam Indonesia bukan hanya terkenal karena islamnya saja tetapi nilai yang diberikan. Kualitas pengajar dan pembelajaran sudah tidak diragukan lagi namun organisasi mahasiswanyalah yang menarik. Selain berkuliah di UII, secara bersamaan beliau juga berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Selama berkuliah di UII beliau mengikuti organisasi kemahasiswaannya. Ketertarikan akan bidang jurnalistik membuatnya terjun dan ikut dalam organisasi Lembaga Pers Mahasiswa Ekonomika. Beliau sangat aktif, bahkan pernah menjabat sebagai Ketua sebuah event besar yang diselenggarakan bersama Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Menjadi seorang jurnalistik juga membuatnya dapat berkeliling seluruh Indonesia. Menurut beliau, mengikuti organisasi di kampus membuatnya dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan yang berguna saat bekerja.

Mencapai kelulusan pada waktu itu merupakan hal yang tidak mudah bagi seorang Imam Subchan. Bisnis pertama yang ia jalankan merupakan usaha keluarga. Ekspor dan impor barang-barang seperti aksesoris, furniture dan marbel ia jalankan pada saat kuliah. Sehingga membuatnya lulus dengan waktu yang cukup lama. Setelah lulus, ia memutuskan melanjutkan apa yang ia sukai yaitu berwirausaha. Beliau sadar akan kemampuan dan keterbatasan yang ia miliki sehingga ia memilih untuk berwirausaha saja. Hampir lebih dari 10 tahun Ia berwirausaha tetapi juga ada jatuh bangunnya. Pesan beliau adalah jangan greedy atau rakus dalam berbisnis. Segala sesuatunya harus kita syukuri apa adanya. Ketika kira merasa cukup maka insyaallah akan diberi lebih kedepannya. Bahkan dalam teori ekonomi mengajarkan tentang keseimbangan dalam penjualan dan penawaran. Begitu pula dalam hidup kita haruslah seimbang dan tidak boleh berlebihan. Dalam berbisnis tantangan terbesarnya adalah konsisten dan persisten. Jika kita yakin akan satu tujuan, segala halangan yang ada haruslah dihadapi. Selain bisnis, kesibukan lainnya yang dijalani oleh beliau adalah menjabat sebagai Ketua Nasional Akademi Berbagi. Akademi Berbagi merupakan salah satu ruang dan wadah bagi siapapun untuk belajar secara gratis. Beliau tergerak untuk secara suka rela mengikuti kegiatan ini adalah sebagai salah satu bentuk terimakasih atas apa yang ia miliki saat ini dan alangkah lebih baiknya ilmu itu harus dibagikan ke orang lain. Pesan terakhir dari beliau adalah bagi mahasiswa diluar sana rajinlah membaca, karena saat ini sedikit sekali yang suka membaca. Padahal Rasulullah menerima wahyu pertamanya yaitu tentang Iqra’! yang berarti bacalah.

FAJRIN NOOR HERMANSYAH | Direktur PT. Bareksa Portal Investasi

Fajrin Noor Hermansyah adalah salah satu alumni dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) angkatan 2000.  Pria kelahiran tahun 1981 di Yogyakarta ini telah menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara kemudian melanjutkan kuliah di FE UII. Mendapat kesan baik mengenai UII dari saudara membuat fajrin menetapkan untuk membangun masa depannya bersama Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Mempunyai minat belajar yang tinggi terhadap pasar modal membuat Fajrin aktif dalam salah satu organisasi kampus yaitu Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) FE UII.

Berkeinginan untuk masuk dalam dunia kerja yang kompetitif, membuat Fajrin merantau ke Jakarta. Setelah lulus dari UII tahun 2004, Fajrin langsung meniti karir mulai dari berkerja di salah satu kantor akuntan publik. Selang berapa lama berkerja sebagai staff, fajrin dapat tugas untuk mengaudit salah satu pelabuhan di Jambi, dengan latar belakang yang sudah ada, audit tersebut lancar dijalani. Tidak lama kemudian, Fajrin mendapatkan informasi penerimaan pegawai salah satu bank konvensional. Dengan pengalaman yang sudah pernah dijalaninya, Fajrin pun diterima sebagai staff adminstrasi reksadana pada bank konvensional tersebut dan selang beberapa bulan, Fajrin pun menikahi istrinya yang merupakan alumni FE UII juga angkatan 2000.

“Pekerjaan apapun yang kita kerjakan, kita harus totalitas dalam mengerjakannya”, tutur Fajrin. Alhasil setelah meniti karir di bank tersebut selama 4 tahun, dengan pengalaman yang banyak, ia pun ditawari untuk membangun portal investasi online pertama di Indonesia. Dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang luar biasa, Fajrin pun memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan menekuni pembuatan portal investasi berbasis online tersebut. Setelah beberapa tahun dikembangkan, akhirnya sistem tersebut diluncurkan pada tahun 2015. Dirintis dari bawah, dengan bantuan teknologi dan media sosial yang sangat maju, portal investasi online pertama di Indonesia mulai berkembang pesat. Dengan awal pendapatan 6 konsumen per harinya, sekarang sudah berkali-kali lipat per harinya dan sekarang menjadi portal investasi yang terkenal dan telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam segala hal terkait reksadana.

Keberhasilan tersebut tidaklah dicapai dengan sendirinya, melainkan dari usaha, restu orang tua, dan tentunya doa dan ibadah kepada Allah SWT.

“Jangan sia-sia kan masa muda kalian dalam berkuliah di Universitas Islam Indonesia, karena jika tidak mendapatkan manfaat pada saat kuliah, kalian akan menyesal pada saat memasuki dunia kerja, tetap semangat ya!”- Fajrin Noor Hermansyah.

CITRA KURNIAWATI | Head of Dealing Room (Treasury) Bank Mu’amalat

Citra Kurniawati atau yang biasa disapa Citra merupakan salah satu alumni dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII), jurusan akuntansi. Lahir di Batang pada tanggal 12 Januari 1983, Citra bisa dianggap telah berhasil dalam menjalani dunia karirnya. Bekerja di bank Muamalat Citra sekarang menduduki posisi sebagai Head of Dealing Room (Treasury) Bank Mu’amalat. Berasal dari kampung tidak membuat Citra berhenti untuk menuntut ilmu dan bercita-cita tinggi. Anak terakhir dari tiga bersaudara ini bahkan memiliki sifat paling pemberontak diantara kakak saudara laki-lakinya yang lain tetapi berkat sifat pemberani yang terkesan pemberontak itulah yang membuatnya mampu sampai diposisinya yang sekarang.

Menjadi pribadi yang selalu ingin memiliki pengalaman dan suasana baru terutama di dunia pendidikan membuat Citra selalu berpindah-pindah dari waktu ke waktu. Berada dikampung halaman untuk bersekolah hanyalah bertahan hingga lulus SMP, setelah lulus SMP di kota Batang, Citra memutuskan untuk pindah ke Semarang untuk melanjutkan pendidikannya di SMA N 5 Semarang, tidak berakhir di situ saja, petualangannya dalam mengeyam pendidikan pun berlanjut hingga akhirnya memilih Kota Pelajar sebagai labuhannya untuk merasakan dunia perkuliahan. Bisa dikatakan tidak terlalu banyak prestasi yang Citra dapatkan di dalam akademiknya, hal itu bukan tanpa sebab, karena kenyataannya, kedua orang tua Citra lebih mendukung putra-putrinya untuk mengikuti kegiatan yang lebih melakukan aktivitas ketimbang akademisi tetapi tetap dengan tidak mengabaikan perihal pendidikan dan bukan berarti tidak pernah berprestasi di dunia akademisi.

Ajaran itu pulalah yang membuat dunia perkuliahannya lebih sering dipenuhi dengan kegiatan diluar akademisi. Citra adalah seorang anggota dari Ekonomika Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, berawal dari kecintaan dan hobinya dalam dunia menulis, membuatnya tidak bisa terlepas dari hal yang berbau menulis, mulai dari ketua mading hingga akhirnya bergabung dengan Ekonomika. Bahkan, Citra menyadari bahwa berada di Ekonomika jauh lebih sering ketimbang di dunia kenyataan. Menjadi anggota aktif dari Ekonomika tidak membuatnya cukup puas karena selanjutnya Citra memilih untuk juga bekerja sebagai freelance di koran Bisnis Indonesia cabang Yogyakarta. Kuliah sekaligus freelance tidaklah mengganggu dunia perkuliahannya.

Sesuatu hal yang menarik dari Citra dalam perjalanannya mencari perguruan tinggi adalah ketika Citra merasa diculik oleh ayahnya sendiri. Berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan perguruang tinggi di daerah Jawa Timur, tepatnya Malang, hal itu harus dikubur karena sang ayahanda berkenan untuk Citra berkuliah di Yogyakarta. Menariknya, ketika diculik dan diminta untuk kuliah di Yogyakarta jiwa pemberontak dan keinginan kerasnya seketika luntur dan memenuhi keinginan ayahanda untuk berkuliah di Yogyakarta tepatnya di UII.

Menjadi seorang bankir, Citra mendapati berbagai macam halangan dan rintangan. Kehilangan yang paling terasa bagi Citra ketika masuk ke dunia perbankan pertama kali adalah ketika dia harus menyadari bahwa dunia kerjanya di perbankan sangatlah berbeda dari pada ketika dia di Ekonomika ataupun di Bisnis Indonesia dan oleh sebab itu Citra harus meninggalkan terlebih dahulu hal yang dicintainya di dunia menulis untuk mengejar karirnya. Berbagai macam kejadian telah dialaminya baik menyenangkan ataupun tidak. Semuanya tetap Citra lakukan sebagai pertanggungjawabannya sebagai Treasury bank Muamalat. Seperti pesan dari guru yang selalu dia ingat bagaimana dia harus bisa melakukan yang tebaik dalam melakukan hal apapun karena usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Citra dalam pesan terakhirnya untuk mahasiswa mengatakan

“Jangan pernah stuck, kamu harus selalu mendapatkan ilmu yang baru, jangan mau berenti disatu tempat, dan jangan pernah takut ketika harus menghadapi tantangan baru”- Citra Kurniawati.

DIMAS NOVRIANDI | Jenius Bank BTPN

Setiap orang memiliki ciri khasnya masing–masing dalam membentuk karakternya. Cepat beradaptasi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh Dimas Novriandi dalam membentuk karakternya. Dimas Novriandi merupakan alumni dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Program studi Akuntansi International Program. Dimas Novriandi-yang akrab disapa Dimas-lahir di Sumatra Selatan, Prabomulin, pada tanggal 12 November 1980. Dimas dibesarkan diberbagai kota dikarenakan Ayahnya yang bekerja di perusahaan minyak yang mengharuskan Dimas untuk mengikuti Ayahnya dalam bertugas. Pada akhirnya Dimas memutuskan untuk menetap di Yogyakarta saat menduduki bangku SMP bersama kakaknya yang sedang duduk dibangku SMA. Si bungsu dari lima bersaudara ini menjadi terbiasa hidup mandiri dikarenakan sejak kecil sudah berpindah–pindah tempat tinggal dan menemukan hal–hal dari tiap daerah tempat tinggalnya.

Dimas memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia pada Program Studi Akuntansi yang direkomendasikan oleh teman–teman semasa SMAnya karena banyak lulusan dari SMA nya yang melanjutkan pendidikan di FE UII dan dengan dosen–dosen yang suportif. Selain itu, Dimas memilih FE UII karena UII merupakan kampus swasta terbesar dan terletak di Yogyakarta. Dimas juga memikirkan untuk melanjutkan pendidikan di FE UII, karena ia merasa tidak perlu untuk keluar daerah. Dimas sempat bergabung di lembaga jurnalistik yang ada di FE UII yang bernama Ekonomika, karena sejak SMP Dimas suka menulis. Pada masa SMA nya Dimas juga sudah menulis di hibernas dan kolom pelajar. Selain itu selama kuliahnya Dimas juga part time dan menjadi penyiar di beberapa studio yang ada di Yogyakarta. Dengan berbagai macam kesibukan yang dilakukan Dimas selama kuliahnya tak membuat ia lupa akan kuliahnya. Teman–teman seangkatannya juga menjadi salah satu faktor Dimas untuk semangat belajar karena baginya teman–temannya memiliki semangat kuliah yang sangat tinggi dan sangat kompetitif.

Pengaruh temanlah yang membuat Dimas terdorong untuk ingin cepat lulus. Sejak kuliah Dimas sudah terbiasa dalam berkarir, hal itu membuatnya setelah lulus dari FE UII mudah dalam mencari pekerjaan. Setelah lulus dari FE UII Dimas mencoba mengikuti tes di beberapa perusahaan di Jakarta dan diterima, tetapi Dimas lebih memilih untuk bekerja di Telkomsel yang berada di Yogyakarta. Dimas memutuskan untuk pindah bekerja ke Jakarta setelah menyelesaikannya kuliah Double Degree-nya. Seperti yang dilihat, jurusan akuntasi yang diambil oleh Dimas tidak relevan dengan pekerjaannya pada saat ini yaitu Digital Banking Social and Brand Activation LEAD pada Instansi Jenius di bank BTPN yang mendapatkan Awards Marketing Public Relations (PR) mendapatkan silver awards. Menurut Dimas, pekerjaan yang didapatkaan saat ini bukan dilihat dari relevan atau tidaknya dengan jurusan yang diambil pada masa kuliahnya, bahkan ia mengatakan bahwa apa yang didapatkan pada saat kuliah itulah yang dapat membantunya dibidang digital ini seperti networking, kemampuannya berbahasa inggris juga sudah diasah sejak kuliah dijurusan Akuntasn IP. “kalo kampus kita tidak oke, pikiran kita tidak oke”, ungkap Dimas.

Pesan Dimas untuk mahasiswa FE UII lebih berani untuk berbicara agar tidak terlibas oleh negara lain, karena dunia kerja itu bisa diibaratkan dengan dunia luar. Berkarir, tetapi tidak dapat memberikan feedback kepada orang lain itu sia–sia.

Jangan menjadi generasi everything instant. Gunakan kesempatan kalian selagi masih muda untuk berkreasi semaksimal mungkin.-Dimas Novriandi.

GENIA SAGITA | Manager Pengawas Makropudensial Bank Indonesia

Berkesempatan bertemu dengan alumni yang cantik ini adalah salah satu kesempatan berharga bagi kami, para penulis. Genia Sagita, alumni UII dari Fakultas Ekonomi, tepatnya jurusan Akuntansi IP. Beliau kini bekerja menjadi  Financial System Surveillance Analyst di Bank Indonesia. Banyak pengalaman berharga beliau yang beliau ceritakan kepada kami. ‘’Dulu sih saya sebenarnya ingin sekolah seni’’, ceritanya. Ibu cantik yang kerap di sapa Genia ini bercerita bahwa dulu sebenarnya ia ingin sekali sekolah seni. Sebab, ia sendiri memiliki hobi dalam bidang desain. Namun, keinginan orang tua yang menggiring beliau pada akhirnya terjun ke dunia ekonomi. Tak sampai di Indonesia saja, Ibu Genia juga berkesempatan mengeyam pendidikan S2 nya di Durham Business School Inggris, yang merupakan beasiswa dari Bank Indonesia. Walaupun pada akhirnya beliau merupakan jebolan Universitas Dunia, namun beliau mengaku tetap bangga pernah menjadi bagian dari UII. UII menjadi tempat pertama baginya untuk mempelajari banyak hal mengenai Ekonomi.

Selain itu, beliau juga ternyata aktif dalam salah satu organisasi di Kampus kala itu, Ekonomika namanya. Buatnya, walaupun dahulunya beliau ingin sekolah seni, namun langkahnya untuk mengambil jurusan Ekonomi pada akhirnya bukan menjadi hal yang perlu disesali. Sebab, berangkat dari sinilah ia bisa menjadi seseorang yang sukses hingga bisa menjadi bagian dari Bank Indonesia. Usut punya usut, di UII juga beliau bertemu dengan jodohnya. Ya, ibu Genia bertemu dengan suaminya saat ini ketika ia masih di bangku kuliah.

‘’ Lucu sih, saya dulu sama dia sama-sama jurusan Akuntansi IP, eh ternyata jodoh’’.

Ceritanya ketika mengingat nostalgia semasa kuliah. Banyak kesan yang ia sampaikan selama kuliah di UII.

CARLINA VITANDRIANI | Senior Quality Customer Service Manager

Cantik, muda, dan energik, begitulah kesan yang didapatkan ketika pertama kali bertemu dengan sosok Carlina Vitandriani, perempuan yang biasa disapa dengan panggilan Vita ini lahir di Semarang, 6 September 1981 merupakan alumni program internasional jurusan akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) angkatan 1999. Memiliki pengalaman berpindah-pindah tempat tinggal hingga harus ke Palembang karena mengikuti ayahanda bekerja membuat pengalaman masa kecil Vita bewarna. Meskipun sudah menjadi yatim sejak kelas 3 SMP tidak membuat anak kedua dari empat bersaudara ini patah semangat dan malah menjadi anak yang pekerja keras dan suka membantu orang tuanya, bahkan semua pendidikan berhasil sukses dienyam Vita dan ketiga saudaranya hingga selesai diperguruan tinggi, tidak hanya berhasil menyelesaikan studinya Vita kini bekerja sebagai Head Department of Contact Center di Danone Indonesia.

Sebagai anak yang cukup sering berpindah dari satu kota ke kota lain tidak membuat masa kecil Vita tidak menyenangkan. Banyak pengalaman yang dia dapatkan. Meskipun juga tidak memungkiri bahwa dirinya pernah mengalami shock culture dikarenakan perpindahan budaya ketika dia pindah dari SD swasta yang ketat ke SD negeri yang berbudaya lebih bebas. Perjalanannya tidak berhenti disitu, sempat kembali ke kota kelahiran di Semarang tepatnya di SMP N 3 Semarang, perjalanannya berlanjut ke kota pelajar, Yogyakarta. Yogyakartalah kota yang menjadi pelabuhan terakhir Vita dalam menjalani studinya baik di SMA ataupun kuliah.

Menyadari dan mengakui bahwa dirinya bukanlah tipikal anak yang akademisi hari-hari Vita masa kanak-kanak mengikuti banyak kegiatan non-akademis, pernah juara lomba tingkat nasional dalam paduan suara, tim dance sekolah hingga les bahasa inggris mulai sejak SD hingga kuliah semua itu dilakukan karena kesukaannya. Sebagai seorang anak yang suka tertantang membuat Vita selalu berusaha membuktikan persepsi orang yang meremehkan dirinya. Mulai dari kuliah, meskipun tidak punya IPK yang cumlaude saat itu Vita membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi asisten dosen mengalahkan calon yang lainnya, kebiasaan ini berlanjut di dunia pekerjaan.

Dunia pekerjaan diawali Vita bergabung dengan Axa Mandiri, perjalanan kariernya di Axa Mandiri tergolong singkat, hanya dua tahun, itu dikarenakan setelah itu di terimanya Vita di Danone melalui jalur Manager Trainee. Memiliki sifat yang suka tantangan, Vita membuktikan bahwa dirinya memiliki kapabilitas untuk berada di posisi tersebut. Berawal ditempatkan pada bagian divisi internal auditor lebih tepatnya pada bagian internal controling process Vita mengambil kesempatan untuk menjadi Manajer di Contact Center, meskipun awalnya sangatlah susah untuk berpindah ke posisi lain dikarenakan Vita merupakan anak kesayangan dari mentornya di bagian Internal Auditor dan diharapkan untuk bisa menjadi suksesor di divisinya tersebut, dengan berbagai pertimbangan akhirnya Vita memilih untuk pindah ke bagian Contact Center Manager, meskipun harus mengorbankan kariernya di bidang Accounting. Kembali menghadapi tantangan di Dunia baru yang sama sekali belum pernah disentuhnya membuat Vita terus belajar dan berusaha hingga hasilnya terlihat dengan diangkatnya Vita menjadi Head Department of Contact Center. Semua itu dijalani oleh Vita dengan prinsip “harus melakukan sesuatu, jangan pernah bilang tidak bisa, sesusah apapun lakukan terlebih dahulu. Jangan biarkan kamu menilai hasil pekerjaanmu tapi biar orang lain yang menilai sehingga kamu tau kamu bisa dan berhasil atau tidak”. Prinsip inilah yang membuatnya tetap bertahan dan motivasi yang dipegangnya adalah:

“Jangan pernah sia-siakan kesempatan yang ada dan selalu lakukan yang terbaik”