Dalam Islam, wakaf merupakan amalan utama di mana seorang muslim menyerahkan harta bendanya guna dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan umat. Seringkali harta yang diwakafkan identik dengan benda-benda yang berwujud, baik itu benda bergerak ataupun benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, bangunan, dan uang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, definisi objek wakaf dapat pula menjangkau harta benda yang tidak berwujud. Salah satunya yakni hak kekayaan intelektual (HAKI).
Di masa sekarang, HAKI merupakan bentuk kekayaan tidak berwujud sebagai hasil pemikiran manusia. HAKI yang telah dipatenkan dapat mendatangkan manfaat finansial bagi pemiliknya. Oleh karena itu, seyogyanya HAKI pun dapat pula diusulkan masuk ke dalam objek wakaf. Sebab HAKI yang diwakafkan dapat mendatangkan manfaat bagi umat dan masyarakat, di samping juga memberi nilai ibadah bagi ahli wakaf.
Sebagaimana tergambar dalam seminar nasional “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Wakaf” yang berlangsung di Auditorium UII, Jalan Cik Di Tiro No. 1, Yogyakarta pada Selasa (13/10). Seminar diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII. Tema seminar yang cukup menarik dan tergolong baru ini mengundang antusiasme yang tinggi dari peserta. Para peserta yang terdiri dari berbagai kalangan seperti akademisi, mahasiswa, birokrat, praktisi hukum, dan agamawan memadati ruang auditorium hingga penuh.
Rektor UII, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam perspektif Islam, ilmu yang sifatnya baru ataupun sebuah penemuan, jika memiliki nilai kemanfaatan bagi umat manusia, hendaknya disebarluaskan. Sebab hal itu juga akan memberi nilai lebih bagi si penemu di mana ini akan dinilai sebagai ibadah yang tidak terputus amalnya. Konsep semacam ini tentunya berbeda dengan sudut pandang Barat. HAKI dapat disebarluaskan namun dengan membayar royalti yang cukup tinggi bagi penemunya.
Sementara itu, Direktur Kerjasama dan Promosi Dirjend HAKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, Parlagutan Lubis, SH, MH menyambut positif diadakannya seminar oleh FH UII. Menurutnya, meski Indonesia sebagai negara besar di ASEAN, namun perkembangan HAKI dinilainya masih butuh banyak perbaikan. Negara tetangga seperti Singapura yang wilayahnya kecil justru sangat produktif dalam pengembangan HAKI.
“Tantangan Indonesia semakin berat, apalagi seiring dengan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kesadaran masyarakat tentang HAKI perlu semakin ditingkatkan”, ujarnya. Ia berharap kalangan akademik di kampus juga berperan dalam mendorong kesadaran itu lewat seminar maupun sosialisasi.
Penandatanganan Nota Kesepahaman
Pada waktu yang bersamaan juga dilangsungkan penandatanganan memorandum of understanding di antara UII dan Dirjend HAKI, Kemenkumham RI. Kedua pihak sepakat untuk melakukan kerjasama, khususnya di bidang pengembangan HAKI. Kontribusi UII dalam kerjasama ini diarahkan sesuai dengan kapasitas UII sebagai lembaga pendidikan tinggi, yakni lewat aktifitas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
sumber: www.uii.ac.id