Pandemi yang telah berlangsung selama beberapa bulan ini tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, tetapi juga krisis ekonomi di negara Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan baru dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. Kabar terbaru juga muncul mengenai penetapan New Normal setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dianggap sukses. Kebijakan ini tentu banyak menuai pro dan kontra. Masih saja terdapat pertanyaan terkait dengan apakah memang benar PSBB telah berjalan dengan sukses? Dan apakah dengan diterapkannya New Normal ini perekonomian Indonesia dapat bangkit kembali? 

Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang mendorong Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan sebuah Kajian Insidental yang bertajuk “Dialog Kita: Menilik Kesiapan dan Peluang Ekonomi Indonesia Menghadapi New Normal” (21/6). Topik tersebut tentu sangat menarik untuk dibahas, mengingat sebagian besar masyarakat kalang kabut dalam memikirkan kondisi ekonominya saat ini. Tak kalah menariknya lagi, diskusi kali ini diisi oleh Bhima Yudhistira Adhinegara, M.Sc. sebagai pembicara yang notabenenya merupakan seorang peneliti bidang ekonomi dan keuangan di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

Menilik kesiapan Indonesia menghadapi New Normal,  Bhima Yudhistira Adhinegara, M.Sc. menyatakan, “Sepertinya keputusan pemerintah membuat kebijakan ini masih prematur”. Beliau kemudian mengungkap fakta bahwa sebenarnya kebijakan New Normal awalnya hanya dikemukakan oleh negara-negara yang mana jumlah pasien Covid-19 telah menurun dan itupun dengan catatan bahwa kemungkinan akan diterapkan lockdown lagi karena adanya gelombang ke-2 yang diakibatkan oleh munculnya episentrum baru pasca pelonggaran mobilitas masyarakat. Tidak hanya itu, menurutnya fasilitas kesehatan di Indonesia juga kurang memadai dibandingkan negara lain. Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan beliau ragu terhadap kesiapan Indonesia. Bahkan beliau juga memberikan statement bahwa Indonesia kemungkinan akan ada penurunan ekonomi sekitar 2-3 tahun kedepan untuk dapat back to normal. Lebih jauh lagi, beliau menilai bahwa kebijakan New Normal hanya fokus pada sektor ekonomi tanpa mempertimbangkan risiko kesehatan yang mungkin akan jauh lebih besar.

“Lalu stimulus seperti apa yang seharusnya diberikan oleh pemerintah agar dapat memulihkan perekonomian Indonesia?” tanya Imam Nur Fadilah.

Bhima Yudhistira Adhinegara, M.Sc. menjelaskan bahwa terdapat beberapa stimulus yang menurutnya mungkin membantu pulihkan perekonomian Indonesia. Sama seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia, Indonesia dapat memberikan subsidi internet gratis bagi masyarakat agar kegiatan Work From Home lebih efektif. Beliau juga sangat mendorong masyarakat untuk mulai menjalankan bisnis digital melalui berbagai sektor perdagangan. Beberapa hal tersebut merupakan peluang bagi masyarakat untuk mendongkrak perekonomian Indonesia.

“Bagaimanapun juga, dalam situasi pandemi ini pemerintah harus selalu mengontrol berbagai stimulus yang ada. Hal ini tentunya dilakukan secara berjenjang, mulai dari level nasional sampai level daerah,” tutur Bhima Yudhistira Adhinegara, M.Sc. (AMA/SDI)

Munculnya pandemi Covid-19 bukan berarti akan menghentikan segala aktivitas sosial yang ada. Sama seperti di waktu sebelumnya, Universitas Islam Indonesia (UII) telah menggelar halal bi halal virtual. Pada kesempatan ini, salah satu Program Magister UII juga menggelar acara reuni yang bertepatan dengan waktu Syawal. Di tengah kondisi yang tidak pasti seperti ini, tentunya silaturahmi antar sesama alumni tetap harus terjalin. Hal tersebut ditandai dengan diselenggarakannya reuni Alumni Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII yang bertajuk “Merajut Silaturahmi Bersama Alumni Maksi UII” (20/06).

Maksi FBE UII merupakan sebuah Program Magister (S2) Akuntansi Universitas Islam Indonesia. Program MAKSI FBE UII merancang kurikulum pembelajarannya berbasis teknologi informasi dengan menanamkan nilai-nilai islam di dalamnya, sehingga mampu memberikan ciri dan keahlian khusus bagi lulusan MAKSI FBE UII. Program ikatan alumni MAKSI FBE UII diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, baik dari sisi keilmuan, sumber daya manusia, maupun  pengembangan organisasi. 

Dalam halal bi halal virtual ini dihadiri oleh para alumni dari angkatan ke-1 hingga ke-13 MAKSI UII. Pada ajang silaturahmi ini juga diharapkan para alumni untu terus terhubung atau terkoneksi satu sama lain. “Para alumni MAKSI UII diharapkan untuk saling sharing satu sama lain agar dapat berbagi pengalaman antar alumni yang satu dengan yang lainnya dan menghasilkan kolaborasi masukan, kritikan, atau saran demi kemajuan Universitas Islam Indonesia kedepannya,” ujar Hersona Bangun, ketua Ikatan Keluarga Alumni Prodi Magister Akuntansi UII 2019-2024.

Tidak hanya itu, Ketua Jurusan Akuntansi FBE UII, Johan Arifin, SE., M.Si., Ph. D. juga mengusulkan bahwa beliau ingin memberdayakan alumni untuk mengantisipasi program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Hal ini dapat diartikan bahwa pada kurikulum S1 akan ada tiga semester yang mana mahasiswa dibebaskan untuk belajar di luar, baik di perguruan tinggi lain atau magang yang diberlakukan sistem SKS (Satuan Kredit Semester) serta diberi penilaian. Beliau menambahkan bahwa FBE UII juga harus banyak mencari  kerjasama dengan entitas bisnis konsultan atau yang lainnya. 

Selain berbagi pengalaman antar alumni, pertemuan ini tidak luput dari pembahasan mengenai rencana struktur pengurus Ikatan Alumni Prodi Magister Akuntansi UII yang mempunyai beberapa bidang yaitu Bidang Profesi (Pajak, Audit Forensik, Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Syariah), Bidang Penelitian dan Pengembangan, Bidang Anggota dan Organisasi, Bidang Hubungan Luar Negeri, Bidang Humas Kelembagaan dan Kerjasama, Bidang Sosial dan Dakwah yang mana diharapkan para alumni dapat berkontribusi lebih banyak meliputi program magang, mengajar sebagai praktisi, atau berbagai progam lainnya.

Ketua Program Studi Magister Akuntansi UII, Dekar Urumsah, SE., S.Si. M.Com(IS)., Ph.D., CFrA, mengatakan bahwa FBE UII membutuhkan peran para alumni untuk mengajar beberapa mata kuliah dari sisi praktis khususnya perpajakan, karena banyak alumni yang sangat berpengalaman. (AAR/AAM)

Permasalahan  yang terjadi di masa sekarang menyebabkan krisis pendapatan ekonomi yang dialami Indonesia dan beberapa negara lain yang disebabkan oleh  Covid-19. Penurunan pertumbuhan ekonomi secara drastis sudah terjadi sebelum munculnya Covid-19, yaitu pada krisis tahun 1997-1998 dimana fundamental ekonomi telah mengalami keterpurukan. Hal ini mendorong LEM FBE UII bersama dengan Departemen Jaringan dan Advokasi untuk memberikan fasilitas berbagi ilmu di masa pandemi melalui webinar diskusi ekonomi bertajuk “Peluang Percepatan Ekonomi di Masa Pandemi”, Selasa (16/06). 

Listya Endang Artiani S.E., M.Si menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi global berdasarkan asumsi yang mendasari proyeksi ekonomi, diperkirakan lebih rendah dari asumsi sebelumnya, yaitu menjadi -2,2% pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2021. Harga minyak Minas rata-rata USD 31 per barel dan Harga Komoditas Ekspor Indonesia (HKEI) turun -14,2%, sebelumnya meningkat sebesar 12,9% pada tahun 2021. Sementara itu, suku bunga bank sentral, The Fed AS diperkirakan tetap 0,25% pada tahun 2020 dan 2021. 

Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah diasumsikan mencakup sekitar 70% dari perekonomian nasional dengan puncaknya selama 2,5 bulan selama bulan April hingga pertengahan Juni 2020. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi di berbagai sektor ekonomi. 

Berdasarkan prospek PDB (Produk Domestik Bruto) 2020, perekonomian akan berisiko lebih rendah 2,3% dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi diusahakan dapat sekitar 2,3% pada tahun 2020 dengan respons kebijakan, meskipun berisiko lebih rendah dari perkiraan. Dampak Covid-19 mengakibatkan rendahnya pertumbuhan konsumsi swasta dan investasi, serta kontraksi pada ekspor dan impor. Sementara itu, stimulus fiskal dapat mendorong konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif terkendali dengan penurunan konsumsi dan investasi akibat Covid-19. Ekspektasi inflasi juga terjaga dengan kredibilitas kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Terkendalinya inflasi juga didorong oleh koordinasi kebijakan BI dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI) di pusat dan daerah. 

PDB akan kembali meningkat tinggi pada 2021 berkisar  6-7%. Pertumbuhan ekonomi 2021 akan meningkat tinggi dengan peningkatan ekonomi global dan respons kebijakan. Kenaikan pertumbuhan ini juga didukung oleh sejumlah faktor, antara lain peningkatan ekonomi global mendorong ekspor Indonesia, besarnya stimulus fiskal pemerintah, kemajuan dari program pemulihan ekonomi nasional pemerintah, program restrukturisasi kredit dan kebijakan lainnya oleh Otoritas Jasa Keuangan, serta dampak tunda ekspansi moneter BI tahun 2020  untuk dukungan pemulihan ekonomi dari Covid-19. 

“Kita punya harapan dalam era new normal ini agar tatanan ekonomi yang sebenarnya sudah harus kita lakukan percepatan, diantaranya investasi di beberapa sektor ekonomi yang masih memiliki potential winner,” ujar ibu Listya Endang Artiani S.E., M.Si. Beliau memberikan beberapa rekomendasi jenis investasi yang menguntungkan di masa pandemi ini antara lain, jasa logistik, jasa telekomunikasi, elektronik, makanan, minuman, kimia farmasi dan alat kesehatan, serta produk tekstil.

Pada masa berjauhan seperti ini, semua kegiatan bergantung dengan kecanggihan teknologi. Diantaranya peternak yang menjual hasil ternaknya melalui online hingga belajar dan bekerja dari rumah saja. Industri masa depan global berbasis informasi, telekomunikasi, dan teknologi. Bahkan bank swasta di Indonesia mulai melakukan restrukturisasi kredit hingga mendorong nasabah melakukan transaksi via digital. Namun, kondisi bank swasta masih tergolong aman karena BI telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) agar likuiditas tetap terjaga. (MSD/NAP)

Benturan pandemi Covid-19 yang mengancam sektor perekonomian di Indonesia mengharuskan seluruh lapisan masyarakat untuk mencari langkah tepat dalam menangani masalah finansial pada setiap individu. Dampak dari adanya Covid-19 ini juga mengharuskan sebagian orang untuk tetap tinggal dan bekerja dari rumah secara daring. Begitu pula dengan mahasiswa, yang harus merasakan pahitnya  menjalani segala kegiatan akademik maupun non akademik secara online.

Besarnya peluang mahasiswa untuk mulai mengembangkan sayapnya di dunia bisnis, mendorong Kemuslimahan Lembaga Dakwah Fakultas Jama’ah Al-Muqtashidin (LDF JAM) FBE UII untuk memberikan fasilitas berbagi ilmu di masa pandemi melalui webinar diskusi ekonomi bertajuk “Resep Sukses Memulai Bisnis Kreatif dengan Modal Terbatas”, Ahad (14/06).

Rosalia Febrianty, alumni FBE UII program studi Manajemen angkatan 2013, pemilik usaha @buketsnackjogja menjelaskan bahwa cara mudah memulai bisnis untuk kalangan mahasiswa dengan modal yang terbatas adalah dengan mengembangkan kreatifitas yang dimiliki tiap individu. “Saya memulai usaha buket snack ini dulu berawal dari keinginan untuk memberi hadiah sidang teman saya dengan bahan seadanya yang saya miliki saat itu,” jelas Rosalia.

Rosalia menegaskan bahwa yang harus ditanamkan dalam diri adalah jangan takut akan kegagalan. Tidak ada usaha yang berjalan mulus tanpa bumbu gagal di dunia bisnis. Adanya niat tanpa keberanian untuk gagal akan mudah mematahkan semangat saat nanti realita tidak seindah ekspektasi.

Berkat keberaniannya dalam berusaha serta kerja kerasnya, kini @buketsnackjogja sudah mempunyai tiga cabang. Ketiga cabangnya ini berlokasi di Yogyakarta. Rosalia sendiri ingin terus mengembangkan usahanya dan melebarkan sayapnya ke luar kota. Produk yang ia tawarkan pun semakin beragam. Tidak hanya buket snack, ia juga menawarkan buket bunga kering, buket bunga segar, bahkan buket balon. Karena semakin banyak pula pelanggannya, ia kini mempunyai banyak karyawan yang membantu pekerjaannya.

“Saya ingin mempekerjakan banyak orang, supaya pekerjaan saya berpahala. Semakin banyak yang bahagia dengan usaha kita, maka insyaallah pahala yang akan kita dapatkan banyak juga. Jadi, tidak sekedar mencari uang untuk hidup saja, tetapi juga memberikan manfaat untuk orang banyak,” pungkasnya.

Masa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat Rosalia untuk terus berusaha dan mencari peluang agar usahanya tetap bertahan. Menurutnya, selama ada kemauan, pasti akan ada jalan. Ia juga berpesan kepada peserta agar berani untuk mengekspresikan hasil karyanya, apapun itu. Coba untuk berani mengunggahnya di sosial media. Dengan berani berekspresi dan memaksimalkan kreatifitas, siapa tahu, bisa menjadi peluang usaha, bukan? (ULF/NFF)

Pandemi Covid-19 telah telah memberikan banyak dampak negatif di berbagai sektor, termasuk sektor bisnis dan ekonomi. Untuk menghadapinya, dibutuhkan upaya yang dilakukan secara bersama-sama guna memberikan manfaat yang luas. Salah satunya adalah melalui forum silaturahmi yang mampu menguatkan solidaritas, sekaligus wadah guna saling memberi dukungan dan motivasi untuk meningkatkan optimisme sangat dibutuhkan di tengah segala ketidakpastian yang dihadapi. Hal inilah yang tergambar dalam kegiatan Halal bi Halal yang diselenggarakan secara virtual oleh Keluarga Alumni Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UII (31/5).

Selain menjadi wadah silaturahmi, kegiatan yang identik dilaksanakan pada bulan Syawal sebagai bagian dari peringatan Idulfitri ini, diinisiasi oleh para alumni juga menjadi momen sarasehan guna berbagi ide untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, khususnya di masa pandemi Covid-19. Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, Prof. Jaka Sriyana, SE., M.Si. memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas inisiasi para alumni dalam membangun hubungan antar sesama alumni dan antara alumni dengan almamater. “Mudah-mudahan keakraban keluarga besar alumni FBE UII terus terjaga dan semakin erat di masa depan”, harap Jaka. Ia juga memohon doa dari para alumni agar FBE UII semakin maju dan meraih banyak kesuksesan di masa mendatang.

Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Drs. Suwarsono Muhammad, MA., dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada para alumni atas dukungan dan apresiasinya terhadap upaya pengembangan Yayasan Badan Wakaf UII, khususnya pada bidang pendidikan, pengabdian masyarakat dan bidang bisnis. “Semoga hubungan yayasan dengan universitas dan alumni semakin baik di masa mendatang, sehingga dapat bersinergi untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat”, harap Suwarsono.

Momen halal bi halal secara virtual ini dihadiri oleh alumni yang terdiri dari berbagai angkatan dan jurusan. Beberapa di antaranya merupakan tokoh yang telah banyak dikenal di masyarakat. Salah satunya adalah Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Dr. Halim Alamsyah, SE., SH., MA. Dalam kesempatan ini, Halim membagikan pandangannya tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap perlambatan ekonomi di Indonesia.

Menurut Halim, saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dalam pengaruh dampak negatif Covid-19, yang ditandai dengan perlambatan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. “Kondisi ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan terjadi, namun kini dampak negatif Covid-19 telah menjadi risiko yang benar-benar nyata”, terang Halim. Ia mengajak kepada seluruh pihak untuk optimis menghadapi dampak Covid-19 seraya berdoa agar dapat melalui masa-masa sulit ini dengan cepat. “Perlu adanya langkah tepat yang dilakukan secara bersama-sama di semua sektor, mulai dari sektor rumah tangga, sektor korporasi, sektor ekspor-impor, sektor keuangan, hingga sektor pemerintah untuk mengatasi perlambatan ekonomi”, tambah Halim.

Dalam masa yang penuh dengan ketidakpastian ekonomi seperti sekarang ini, Halim mengajak kepada seluruh alumni untuk selalu menggalang persatuan. “Situasi saat ini (melemahnya ekonomi di masa pandemi), merupakan momen yang sangat menentukan bagi bangsa Indonesia, untuk itu, sesuai dengan firman Allah Swt., dalam surat Ali Imran ayat 103, kita harus selalu bersatu dan jangan sampai tercerai-berai”, ajak Halim.

Ia menambahkan bahwa meskipun para alumni memiliki perbedaan pendapat dalam penanganan dampak pandemi Covid-19, sebagai sesama Muslim, wajib untuk selalu menjaga persatuan, sebagaimana yang diperintahkan Allah. Halim juga mengajak kepada seluruh alumni untuk berdoa memohon kepada Allah agar kondisi dapat segera menjadi normal kembali. “Mari kita berdoa semoga vaksin Covid-19 dapat segera ditemukan dan keadaan menjadi normal kembali”, pungkasnya. (BZD)

Sudah menjadi tradisi di tengah masyarakat Indonesia untuk memperingati Idul Fitri dengan menguatkan tali silaturahmi melalui kegiatan yang dikenal dengan nama ‘Halal bi Halal’ atau ‘Syawalan’. Masa pandemi Covid-19 tentu tidak menyurutkan semangat untuk terus menguatkan silaturahmi dan tradisi untuk saling bermaaf-maafan, meski dilakukan secara daring, seperti yang dilaksanakan oleh Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII (29/5).

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII­, Prof. Jaka Sriyana, SE., M.Si. Ph.D., menyampaikan bahwa kegiatan Syawalan kali ini merupakan yang pertama dilaksanakan secara daring. “Meski kegiatan Syawalan ini dilakukan secara daring, namun Insya Allah tidak mengurangi keakraban kita sebagai keluarga besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII­”, terang Jaka. Pada kesempatan ini, Jaka juga mendoakan agar rekan-rekan yang telah dijadwalkan untuk menunaikan ibadah haji dapat tetap berangkat menunaikan haji di tahun ini, yakni Ibu Maisaroh, SE., M.Si., Bapak Siswantoro, S.Sos., dan Bapak Dwi Anjar Suseno.

Pada Syawalan daring kali ini, seluruh sivitas akademika mengucap Ikrar Syawalan secara bersama-sama yang dipimpin oleh Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, Arief Rahman, SE., M.Com., Ph.D. Ikrar Syawalan memiliki makna untuk mengajak seluruh sivitas akademika saling memohon maaf dan saling memaafkan guna menjaga tali silaturahmi. “Melalui Ikrar Syawalan, kami mengajak untuk menuju kedamaian hati dan menuju kesucian jiwa serta mempererat rasa persaudaraan dengan saling memohon maaf dan saling memaafkan”, jelas Arief.

Dalam tausiyahnya, Ustadz Priyonggo Suseno, SE., M.Sc. menyampaikan pentingnya bersabar dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Menurutnya, meski telah lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia, ternyata kata sabar terkadang mengalami penyimpangan makna dari yang seharusnya. “Di Indonesia, kata sabar memiliki beberapa konotasi yang menimbulkan penyimpangan makna, seperti ‘yang penting sampai’ atau ‘menerima diperlakukan semena-mena atau haknya dirampas’, konotasi seperti itu tidak sesuai dengan makna sabar yang sesungguhnya”, terang Priyonggo.

Ia menambahkan bahwa menurut Imam Gazhali, sabar sebenarnya bermakna menahan diri, teguh, dan tahan untuk menentang atau memerangi hawa nafsu. “Kita memerlukan kesabaran untuk memerangi hawa nafsu, karena ada ujian di dalam setiap hawa nafsu”, lanjut Priyonggo. Ia juga menerangkan bahwa sabar memiliki banyak jenis, di antaranya adalah sabar akan segala kenikmatan yang diberi Allah, di mana kita harus menyadari bahwa ada hak Allah dan hak orang lain dari segala kenikmatan tersebut. Selain itu, ada pula sabar dalam ketaatan kepada Allah dan sabar dalam menuntut ilmu.

Menutup tausiyahnya, Priyonggo menekankan bahwa sabar bukanlah hanya berdiam diri, tetapi berikhtiar untuk menghasilkan kebaikan dalam melaksanakan perintah Allah Swt. “Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan sabar dalam menjauhi kemaksiatan merupakan upaya untuk menghasilkan kebaikan”, terangnya. Priyonggo juga mengajak seluruh sivitas akademika Fakultas Bisnis dan Ekonomika untuk meraih kesabaran dengan berlatih. “Mari kita bersama-sama menguatkan keyakinan akan manfaat bersabar dan memilih untuk bersabar, serta menutup pintu-pintu timbulnya nafsu, kita mulai dari diri sendiri untuk dipraktikkan dan kemudian diajarkan kepada orang lain”, pungkasnya. (BZD)

Angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia diperkirakan akan meroket tajam di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan data terakhir World Bank, menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia telah mencapai sekitar 24 juta lebih. Selain itu, mengutip dari penyampaian Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah sekitar dua juta orang lebih telah di PHK secara massal. Hal yang mengejutkan adalah sekitar 1,5 juta tenaga kerja yang di PHK justru berasal dari sektor formal. Pertumbuhan ekonomi di kuartal I juga menurun sebesar 2,97% karena dampak awal merebaknya virus ini. Isu-isu di atas inilah, yang menjadi alasan bagi Pusat Pengkajian Ekonomi (PPE) Jurusan Ilmu Ekonomi FBE UII, mengadakan webinar diskusi ekonomi bertajuk “Menyoroti Kemiskinan dan Pengangguran Pasca Covid-19”, Selasa (12/5).

Data menunjukkan bahwa kondisi ekonomi global sebelum adanya pandemi sudah mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena adanya perang dagang Amerika-China dan harga komoditas minyak bumi yang sedang tidak stabil. Kini, kondisi tersebut diperparah dengan munculnya pandemi Covid-19, sehingga indikator terjadinya resesi ekonomi kian bertambah.

Bhima Yudhistira Adhinegara selaku pemateri yang juga merupakan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menjelaskan bahwa krisis yang diakibatkan oleh Covid-19 ini unik dan berbeda dari krisis-krisis sebelumnya. “Krisis akibat Covid-19 tidak bisa dibandingkan dengan krisis moneter tahun 1998 maupun 2008, karena ada fenomena yang disebut decoupling”, terang Bhima.

Bhima menjelaskan bahwa kondisi finansial Indonesia pada 1998 memang sangat menderita. Bahkan terjadi kerusuhan massal dan krisis multidimensi. Namun, dalam waktu singkat, geliat bisnis UMKM tumbuh relatif cepat. Maka sering dikatakan pula pada krisis 1998 ketika sektor formal mengalami PHK massal, ada sektor informal yaitu UMKM yang mampu menyerap ekses tenaga kerja dari manufaktur. Sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada tahun 2020.

Diterapkannya Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih menjadi pro-kontra karena dianggap hanya memihak kaum middle class. Tak hanya memukul kondisi ekonomi makro, sektor perkantoran dan UMKM juga kelimpungan dalam mempertahankan cash flow-nya. Banyak perkantoran dan UMKM yang terpaksa tutup membuat gelombang PHK kian membesar.

Bahkan World Trade Organization (WTO) menyatakan bahwa krisis ekonomi Covid-19 mirip dengan The Great Depression 1930. “Kondisi krisis keuangan tahun 1998 dan 2008 cenderung cepat pulih. Berbeda dengan krisis tahun ini, selain dihadapkan dengan krisis keuangan, juga dihadapkan dengan krisis kesehatan,” tambah Bhima.

Ia juga menjelaskan bahwa terdapat dua model pemulihan pasca krisis. Pertama model ‘V shape’, yang menyatakan perekonomian negara akan terpuruk karena krisis, namun hanya membutuhkan waktu singkat untuk pulih. Sedangkan yang kedua adalah ‘U shape’, dimana perekonomian akan terpuruk namun butuh waktu lama untuk tahap pemulihannya.

Masa pemulihan pasca krisis tentu tergantung pada kecepatan penanganan Covid-19, besarnya stimulus, kompensasi bagi UMKM yang tidak bisa berjualan, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Senada dengan hal tersebut, Bhima juga mengajukan pendekatan 10 program radikal bidang ekonomi. “Perlu adanya program-program radikal untuk menjadi stimulus pemulihan ekonomi pasca krisis Covid-19, yaitu tambahan dana riset kesehatan, universal basic income (khusus korban PHK), rombak total Kartu Pra-Kerja, tunda proyek-proyek mercusuar, pajak progresif orang kaya, restrukturisasi utang pemerintah, potong gaji pejabat, realokasi anggaran, solidaritas global dalam bidang kesehatan, dan kerja sama ekonomi serta galang solidaritas lokas melalui dapur umum”, pungkasnya. (DYH/ERF)

 

Pandemi Covid-19 yang terjadi di tahun 2020 ini memang memberatkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat beberapa mahasiswa Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia untuk tetap berprestasi. Diketahui bahwa pada bulan April lalu, MonsoonSIM Australia dan MonsoonSIM Indonesia yang dikenal sebagai sebuah platform simulasi bisnis dalam bentuk game, mengadakan kompetisi MonsoonSIM Indonesian Final League dan April Absurdity. Kompetisi ini diikuti oleh beberapa universitas, salah satunya yaitu Universitas Islam Indonesia yang diwakilkan oleh lima orang yang membentuk tim bernama Arsanta Widyadharma yang terdiri atas Adin Ihtisyamuddin, M. Faiq Jauhar, Ainun Jariyah, Sukma Putri, dan Akhlis Faris Mushaffa.

Dua kompetisi yang diikuti oleh tim Monsoon UII adalah MonsoonSIM Indonesian Final League dan April Absurdity. Kualifikasi grup sendiri dimulai dari 7 Maret 2020 sampai dengan 25 April 2020 sementara April Absurdity 8 April 2020 sampai dengan 29 April 2020. Mengikuti dua kompetisi di waktu yang hampir bersamaan tentunya bukan hal yang mudah. Namun, tim UII berhasil membuktikan kemampuan mereka yang sudah tidak diragukan lagi.

Dalam ajang MonsoonSIM Indonesian Final League, tim UII berhasil meraih juara pertama, yang kemudian diikuti oleh juara ke-2 yaitu Universitas Hasanuddin dan disusul Universitas Galuh Ciamis sebagai juara ke-3. Sementara itu, dalam ajang April Absurdity setiap tim dipantau kinerjanya selama 4 minggu. Dengan kinerja yang bagus, tim dari Universitas Islam Indonesia berhasil menyabet gelar sebagai pemenang dan disusul oleh dua universitas lainnya yaitu Universiti Tunku Abdul Rahman dari Malaysia serta President University yang menjadi juara kedua dan ketiga.

Dikutip dari monsoonsim.com, mereka memberikan ucapan selamat bagi kelima orang pemenang atas capaian kinerjanya selama sebulan, serta dapat menjadi tim yang efektif dan mampu mengatasi tantangan komunikasi secara daring di kala pandemi Covid-19 ini. MonsoonSIM juga berharap agar kompetisi yang diadakannya ini dapat bermanfaat bagi semua peserta untuk menambah pengalaman belajar dan dapat melatih kerjasama pada masa Work From Home yang dicanangkan pemerintah saat ini.

Hal tersebut tentunya sejalan dengan tim dari FBE UII, salah satunya adalah Adin Ihtisyamuddin yang mengatakan bahwa komunikasi dan kerja sama saat pandemi ini bukanlah sesuatu yang sulit. “Meskipun dalam situasi pandemi, kita tetap bisa berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik secara daring. Jarak bukan sebuah masalah. Hanya dibekali dengan pelatihan dan pembelajaran yang konsisten dari setiap kesalahan yang kami buat. Kami percaya bahwa setiap kerja keras yang telah dilakukan, tidak pernah ada yang sia-sia. Lakukan yang terbaik di setiap kesempatan, sisanya urusan Allah,” tuturnya.

Direktur ERP Competence Center Prodi Akuntansi FE UII, Dra. Isti Rahayu, M.Si., Ak., CA., Cert.SAP mengapresiasi atas capaian yang telah diraih oleh tim UII. “Semoga capaian ini semakin memotivasi para mahasiswa yang saat ini sedang mengikuti kompetisi MonsoonSIM internal UII untuk mencapai yang terbaik, dan juga memotivasi untuk mengikuti kompetisi eksternal. ERP Competence Center siap untuk mendampingi para mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi berbasis teknologi,” pungkasnya. (HLL/AMA)

Proses kegiatan belajar mengajar saat ini terpaksa dilakukan secara daring dikarenakan pandemi corona yang mengejutkan semua orang,  khususnya perguruan tinggi yang terbiasa dengan pembelajaran tatap muka, kini harus menjalankan pembelajaran daring. Hal ini tentu tidak mudah untuk dilakukan karena mengimplementasikan metode daring dengan sistematis merupakan sebuah tantangan.

Perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu faktor penting yang mendukung sistem belajar secara daring. Berbeda dengan perguruan tinggi biasanya, Universitas Terbuka (UT) diketahui menerapkan sistem belajar yang tidak dilakukan secara tatap muka. Sejak awal mahasiswa diharapkan dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan media cetak seperti modul maupun media non-cetak seperti internet, komputer, video, siaran radio, dan televisi.

Program Studi Ilmu Ekonomi Program Sarjana Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII)  pada Jumat, 1 Mei 2020 melaksanakan kegiatan Sharing Session secara daring yang dihadiri oleh para dosen dari Universitas Terbuka. “Saat ini, ada complain mahasiswa bahwa kuliah daring membosankan dan mahal, karenanya kami ingin mengetahui bagaimana Universitas Terbuka yang justru sepenuhnya menggunakan E-learning,” terang Moh Bektie Hendrie Anto SE., M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Program Sarjana FBE UII.

Dr. Etty Puji Lestari SE., M.Si yang merupakan pembicara dalam kegiatan ini menerangkan terkait E-learning yang sudah dikembangkan UT sejak tahun 2005. UT telah terbiasa menggunakan metode daring dan terkait dengan platform yang digunakan adalah moodle. Kemudian ketika hampir semua orang mulai melakukan work from home, UT tanpa meminta bayaran, memberikan kemudahan dalam mengakses platform-nya untuk siapa saja yang membutuhkan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif.

Metode E-learning UT didukung oleh adanya perpustakaan digital, suaka UT dan sistem pendidikan dimana hal ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa. Selaras dengan hal ini, E-learning pastinya mempunyai kelebihan seperti jauh lebih efektif didalam biaya. Namun, disamping kelebihan yang ada, pun terdapat kekurangan pada E-learning misal, kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar.

Etty mengatakan, “Ada Learning Management System (LMS), merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola khusus atau pelatihan yang mendukung E-learning dimana didalam LMS ini sudah terdapat modul, jurnal atau referensi pendukung yang juga dapat diakses oleh setiap orang. Sederhananya semua ada di digital.” (SSL/ARA)

Dalam psikologi pendidikan, pemahaman karakter peserta didik dapat membantu para tenaga pengajar dalam merumuskan strategi pengajaran yang efektif. Dewasa ini, khususnya dalam lingkup universitas telah banyak kajian tentang penyesuaian karakter generasi muda dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai di perguruan tinggi. Berdasarkan data demografi di Indonesia, populasi terbesar saat ini didominasi oleh Generasi Z.

Generasi Z ialah mereka yang memiliki rentan tahun lahir dari tahun 1996 hingga tahun 2010. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang kini sedang dihadapi para pengajar universitas merupakan bagian dari Generasi Z. Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII mengadakan Sharing Session yang bertajuk “Mengenal Mahasiswa Generasi Z, Sudah Tepatkah Pembelajaran Kita” (30/4). Seminar daring ini dihadiri oleh para dosen Program Studi Ilmu Ekonomi dengan mengundang narasumber Hazhira Qudsyi S.Psi., MA yang merupakan dosen Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya UII sekaligus ahli dibidang psikologi pendidikan.

“Di zaman digitalisasi ini, kalau boleh dibilang mereka (Generasi Z) yang lebih menjadi digital native-nya, sementara kita inilah yang sebetulnya pendatang,” imbuh Hazhira dalam menyampaikan materinya.

Generasi Z merupakan generasi yang dekat dengan internet dan mahir dalam multitasking sehingga sering disebut juga iGeneration atau Generasi Net. Dari hasil survey, ponsel merupakan gawai yang menjadi perangkat utama Generasi Z. Bahkan tujuh puluh persen dari mereka dapat memeriksa ponselnya sekitar tiga puluh kali dalam waktu satu jam. Kecenderungan pola belajar iGeneration yang lebih informatis membuat mereka tidak betah jika hanya mendengarkan ceramah. Sebab, menurut mereka semua informasi yang diperlukan dapat dicari melalui gawai yang mereka miliki. Bahkan atensi keefektifan mendengarkan ceramah mereka hanya lima belas menit, mereka lebih menyukai apabila para pengajar membuka forum diskusi atau memberikan contoh-contoh konkrit dari materi yang diajarkan.

Mahasiswa Generasi Z menolak untuk menjadi pembelajar pasif, hal ini karena karakter mereka sudah mengarah pada pembelajaran dewasa atau adult learner. Sebetulnya Generasi Z memiliki potensi kecenderungan menjadi pembelajar aktif, kecenderungan ini akan berkembang ketika diberikan tantangan baru yang memiliki kesulitan lebih dari kemampuan yang mereka miliki. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang cocok dengan mahasiswa iGeneration ini adalah learning by doing.

Setelah mengetahui karakteristik mahasiswa Generasi Z, dapat menjadi bahan untuk dosen dalam menyusun konsep dan strategi pembelajaran. Hazhira menjelaskan, “Mengajar itu bukan sekedar profesi melainkan sudah menjadi passion kita. Ada orang-orang yang memang sangat senang mengajar, posisinya sebagai apapun, baik sebagai dosen, penceramah, tutor,pendamping, atau coach. Jadi memang mengajar itu bisa juga sebagai sebuah passion.” (AWF/AFM)